Bukan Rivan Siahaan,Maya Kusuma yang Perintahkan dan Setujui Oplos Pertamax Jadi Pertalite

Bukan RIvan Siahaan, Maya Kusuma yang perintahkan dan setujui oplos pertamax jadi pertalite hingga rugikan negara Rp193,7 Triliun.

Maya Kusuma sendiri menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaya PT Pertamina Patra Niaga.

Maya menggantikan posisi Riva yang semula menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

Kini dirinya disebut sebagai penjahat di pertamina karena perintahkan oplos pertamax.

Awalnya Maya ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi dalam kasus korupsi Pertamina senilai Rp193.77 triliun.

Namun, karena Maya tidka memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi, dirinya lantas ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (26/02/2025).

penetapan Maya sebagai tersangka korupsi Pertamina dilakukan bersamaan dengan Edward Corne selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai saksi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2/2025) pukul 10.00 WIB

Karena keduanya tidak kunjung tiba di Kantor Kejagung, penyidik mengambil langkah lanjutan dengan menjemput paksa Maya dan Edward.

“Namun demikian, sampai pukul 14.00 WIB yang bersangkutan belum hadir sehingga kami terpaksa menjemput yang bersangkutan di kantor yang bersangkutan,” ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar dikutip dari Antara, Rabu (26/6/2025).

Setelah Maya dan Edward ditetapkan sebagai tersangka, keduanya akan ditahan untuk kepentingan pemeriksaan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan terhitung sejak Rabu (26/2/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Qohar menyebutkan Maya memerintahkan EC untuk mengoplos pertamax.

“Tersangka MK (Maya Kusmaya) memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending (oplos) produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 (Pertalite) agar dapat menghasilkan RON 92,” pungkasnya.

Lantas, siapakah sosok Maya Kusuma yang disebut sebagai penjahat di Pertamina?


Profil Maya Kusmaya

Merujuk Laman resmi PT Pertamina Patra Niaga, Maya lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 31 Agustus 1980.

Sebelum berkarier di bidang liquefied natural gas (LNG), Maya menempuh pendidikan di Program Studi S-1 Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ia kemudian melanjutkan studi ke magister atau S-2 di Jurusan Natural Gas Technology di Norges Teknisk Naturvitenskapelige Universitet atau Norwegian University of Science and Technology (NTNU).

Setelah itu, Maya bergabung dan menduduki beberapa jabatan strategis di PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Gas, dan PT Pertamina Patra Niaga.

Pada 2015-2016, ia ditunjuk menjadi Senior Analyst Gas Business Initiatives di PT Pertamina (Persero).

Maya kemudian ditugaskan menjadi Engineering Manager Pertamina Gas Directory pada 2016-2018 dan Portfolio and Business Development Manager Pertamina Gas Directory pada 2018-2020.

Perjalanan kariernya berlanjut sebagai VP Kapasitas Komersial dan Aset PT Pertamina Gas pada 2020-2021 dan VP Operasi Perdagangan PT Pertamina Patra Niaga pada Maret-Juni 2023.

Selanjutnya, Maya diangkat menjadi Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga sejak Juni 2023-sekarang.

Ia diangkat dalam jabatan tersebut berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina Patra Niaga, Jumat (16/6/2023).

Penunjukkan Maya sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dilakukan bersamaan dengan penunjukkan Riva Siahaan sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Maya menggantikan posisi Riva yang semula menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

Riva sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang pada Senin (24/2/2025).

Irto Ginting yang pada 2023 masih menjabat sebagai Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga menyebutkan, pengangkatan Riva dan Maya merupakan hal yang biasa dalam perubahan susunan direksi.

“Diharapkan semakin mendorong upaya Pertamina Patra Niaga dalam menjalankan tugasnya sebagai Subholding Commercial and Trading PT Pertamina (Persero) dalam menyalurkan energi kepada masyarakat,” ujar Irto dikutip dari Antara, Jumat (16/6/2023).


Nama 7 Tersangka

Kini tujuh tersangka yang terlibat dalam skandal korupsi Pertamina terkuak.

Ketujuh tersangka yang empat diantaranya petinggi PT Pertamina Patra Niaga ini telah merugikan negara sebesar Rp193 triliun.

Tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023, sebagai berikut:

Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

SDS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

YF, pejabat di PT Pertamina International Shipping

MKAN, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa

DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim

GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Lantas, apa peran 7 tersangka dalam kasus korupsi Pertamina?


Peran 7 Tersangka Racik Pertalite Jadi Pertamax

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengungkapkan peran tujuh tersangka dalam kasus ini.

Abdul Qohar menyebut kasus ini bermula ketika pemerintah merencanakan pemenuhan minyak mentah untuk pasar dalam negeri periode 2018 sampai 2023.

PT Pertamina kala itu diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor.

Hal itu tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Namun, Qohar mengatakan, para tersangka justru bersekongkol dan melakukan pengkondisian dalam rapat organisasi hilir (ROH).

“Hasil rapat dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehungga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap. Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor,”bebernya.

Pada saat yang sama, Qohar menyebut hasil produksi minyak mentah dari dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak.

Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi.

“Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia untuk dilakukan ekspor,” jelasnya.

Setelahnya, anak perusahaan Pertamina tersebut mengimpor melakukan impor minyak mentah dan produk kilang.

Di mana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.

Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong antara para tersangka.

Mereka sudah mengatur harga untuk kepentingan pribadinya masing-masing dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun.

“Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan,”ungkapnya.

Sementara salah satu yang dilakukan oleh tersangka Riva Siahaan yakni terkait pembelian produk kilang.

Riva diduga melakukan pembelian untuk RON 92, namun nyatanya yang dibeli adalah RON 90 yang diolah kembali. Atau RON 90/pertalite dibeli dengan seharga RON 92/pertamax dan diblending menjadi pertamax.

Selain itu, penyidik juga menemukan adanya dugaan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor yang dilakukan oleh tersangka. Sehingga, negara perlu membayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.

Atas serangkaian perbuatan para tersangka tersebut, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan dijual ke masyarakat.

Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.

“Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,”pungkas Qohar.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat tersebut 1 ke-1 KUHP.

Related posts