ICC Sampaikan Keprihatinan soal Penangkapan Duterte: Dituding Sebagai Pelaku Utama Pembunuhan Massal 2011-2018


DEN HAAG,

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada akhirnya memberikan komentarnya mengenai penangkapan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Rodrigo Duterte diamankan di Bandara Internasional Manila pada hari Selasa, tanggal 11 Maret 2025, oleh pihak berwenang Filipina.

Tangkapan tersebut berdasarkan permintaan ICC, berkaitan dengan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

Itu berkaitan dengan pembantaian besar-besaran dalam operasi anti-narkotika yang dijalankan oleh Duterte saat dia menjabat sebagai presiden.

“Kantor Kejaksaan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengumumkan penangkapan dan pengiriman terdakwa, Rodrigo Roa Duterte, bekas presiden Filipina, yang berlangsung pada tanggal 11 Maret 2025, atas tindakan otoritas Republik Filipina,” demikian tertulis dalam pernyataan dari ICC di situs webnya pada hari Rabu (12/3/2025).

“Dutrae sudah diamankan sebagai bagian dari investigasi yang sedang berjalan mengenai keadaan di Republik Filipina,” jelasnya.

Mereka menyatakan bahwa setelah melakukan investigasi yang bebas dari bias dan adil, jaksa ICC mencurigai Duterte bertanggung jawab secara hukum untuk pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk pembunuhan yang terjadi di Filipina mulai tanggal 1 November 2011 sampai dengan 16 Maret 2018.

Pembunuhan sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan termaktum dalam Statuta Roma pada Pasal 7 (1) (a).

“Dutraert dituding telah melakukan tindakan kriminal ini sebagian besar dalam rangka serangan luas dan berkelanjutan yang disengaja menargetkan warga sipil,” demikian isi pernyataan ICC.

Berdasarkan ICC, surat perintah penahanan tanggal 7 Maret 2025, dalam tahap Pra-Pengadilan I, menyatakan bahwa ada dasar yang cukup untuk percaya bahwa Duterte bertanggung jawab secara hukum atas pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu pembunuhan.

Mereka menyebutkan bahwa kasus Duterte berada di bawah wewenang ICC lantaran adanya tuduhan pelanggaran yang terjadi saat Filipina masih merupakan anggota dari Statuta Roma, yakni perjanjian pembentukan ICC.

“Penangkapan Duterte adalah langkah signifikan bagi kantor tersebut guna mencapai transparansi dalam kasus di Filipina, terkait pelaku kejahatan saat peristiwa dikenal sebagai ‘Perang Melawan Narkoba’,” katanya.

Related posts