JAKARTA, BantenMedia– Belakangan ini masyarakat kembali menghadapi kendala karena kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan rekening bank yang tidak aktif atau disebut juga rekening pasif.
Pembekuan dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap 31 juta rekening yang tidak aktif, yang dilaporkan oleh 107 bank.
Akibatnya, para penduduk yang merasa dirugikan oleh kebijakan tersebut menggelar demonstrasi.
Masyarakat juga menyampaikan keluhan tentang mengapa rekening yang berisi uang mereka sendiri dibekukan oleh pemerintah.
Lihatlah kisah Reza Nugraha (25), pekerja lepas asal Depok. Ia mengakui kesulitan akibat rekening daruratnya diblokir.
“Klien saya biasanya membayar melalui dompet digital. Tapi saya tetap mempertahankan rekening tersebut sebagai cadangan. Kemarin saat ingin menggunakannya, ternyata sudah diblokir. Harus ke bank, merepotkan,” kata Reza.
Setelah mencoba menghubungi pihak bank, Reza tidak memperoleh penjelasan yang cukup.
“Saya coba bertanya ke layanan pelanggan bank, katanya ini perintah dari pusat dan untuk membukanya harus menunggu dari PPATK. Tapi mereka sendiri tidak tahu proses pastinya,” ujarnya dengan sedih.
Reza juga menganggap kebijakan ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. “Ini adalah kebijakan yang terlalu ketinggalan. Jika alasannya ingin mencegah rekening palsu, mengapa semua harus dihapus saja?”
Kasus serupa juga menimpa Ahmad Lubis (37), di mana rekening atas nama anaknya juga diblokir.
Meskipun dana pada rekening tersebut berasal dari hadiah lomba dan prestasi akademik.
“Isi tabungan rekening anak saya hampir seluruhnya berasal dari hadiah lomba dan prestasi lainnya,” katanya.
Pembekuan rekening juga dirasakan oleh Mardiyah (48), pedagang kecil asal Citayam.
Mardiyah mengeluhkan bahwa rekening bantuan sosial (bansos) yang dimilikinya juga terkena pembekuan.
“Saya memiliki dua rekening, satu untuk usaha dan satu lagi yang dulu digunakan untuk menerima bantuan. Sekarang dikatakan diblokir karena tidak aktif selama tiga bulan. Saya juga kaget, padahal rekening itu masih saya anggap penting,” katanya.
PPATK dianggap melanggar hak konsumen
Kepala Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengkritik pembekuan rekening yang tidak aktif sebagai bagian dari berbagai kebijakan pemerintah yang semakin menyulitkan rakyat.
Ia menilai kebijakan ini justru melanggar hak warga sebagai konsumen.
“Tidak ada hari tanpa kebijakan yang mengganggu masyarakat tampaknya menjadi slogan khusus pemerintahan saat ini. Sejak dilantik pada Oktober lalu, pemerintah terus mengeluarkan kebijakan yang selalu memicu kemarahan masyarakat. Termasuk kebijakan terkait penghentian sementara rekening dormant,” kata Nailul dalam pernyataan resminya, Kamis (30/7/2025).
“Kebijakan ini menimbulkan kemarahan di kalangan masyarakat, yang bertentangan dengan hak-hak konsumen. Dari sudut pandang konsumen, tindakan pemerintah ini merugikan karena pada dasarnya rekening tersebut adalah milik para konsumen. Pembekuan atau penutupan rekening harus mendapatkan persetujuan dari pemilik rekening,” ujarnya.
Nailul berpendapat bahwa pembekuan dana oleh PPATK tanpa izin konsumen dianggap tidak sah.
Meskipun dalam Undang-undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) terdapat ketentuan yang memperbolehkan OJK untuk membekukan rekening yang diduga terlibat dalam transaksi mencurigakan, hal tersebut bukan menjadi kewenangan PPATK.
“Itu yang perlu dipahami oleh PPATK mengenai hak warga negara,” tegasnya.
Ia mengatakan, penyalahgunaan rekening muncul akibat adanya sistem yang tidak baik serta pengawasan yang kurang memadai dan tindakan pencegahan yang hampir tidak ada.
Maka PPATK perlu terlebih dahulu melakukan pemeriksaan apakah rekening yang tidak aktif tersebut digunakan untuk kegiatan yang bersifat negatif atau tidak.
Mungkin karena di-PHK atau tidak memiliki penghasilan, akhirnya rekeningnya tidak pernah digunakan. Saat ini, proses mencari pekerjaan bisa memakan waktu hingga 8 bulan. Ketika seseorang berhasil mendapatkan pekerjaan, ia kembali harus repot dalam melakukan pembukaan rekening.
Contoh lainnya menurut Nailul adalah masyarakat di daerah pedesaan yang jarang memanfaatkan rekening mereka karena aktivitas transaksi mereka hanya terjadi setiap enam bulan hingga setahun sekali.
Karena kondisi di desa tidak tersedia mesin anjungan tunai mandiri (ATM) atau pedagang yang melayani transaksi lainnya.
Selain itu, sebagian besar penduduk desa saat ini belum memiliki ponsel canggih.
“Apakah mereka perlu melakukan transaksi setiap hari dengan berkunjung ke wilayah yang lebih berkembang? Pola pikir yang memaksa adanya transaksi setiap tiga bulan sekali adalah pola pikir yang salah,” ujar Nailul.
Kepala negara turun tangan, pembekuan rekening PPATK kembali dibuka
Di tengah ramai keluhan masyarakat terkait pembekuan rekening yang tidak aktif, Presiden Prabowo Subianto mengundang Kepala PPATK Ivan Yustiavandana serta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo ke Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Pada hari yang sama, PPATK akhirnya mengungkapkan bahwa beberapa rekening yang sebelumnya dalam keadaan tidak aktif atau tertunda kini telah dibuka kembali.
Menurut Kepala Biro Humas PPATK, Natsir Kongah, sampai akhir Juli 2025, setengah dari jumlah rekening yang diblokir telah kembali aktif.
“Kami segera melakukannya dan hampir setengah dari puluhan juta rekening yang dihentikan sementara sudah kembali dibuka meskipun proses ini terus berlangsung,” kata Natsir dilaporkan dari Kompas.id.
Natsir juga menyatakan bahwa dana yang ada di rekening yang dibekukan tetap dalam kondisi aman.
“Maka, jangan pernah khawatir tentang dana rekening tersebut hilang. Seluruh dana yang ada di dalam rekening dijamin 100 persen,” katanya.
Sementara itu, dari 31 juta rekening yang sebelumnya dibekukan karena tidak aktif, PPTK melaporkan jumlah dana yang terendap mencapai Rp 6 triliun.
Jumlah tersebut mencakup rekening bantuan sosial sebesar Rp 2,1 triliun, serta rekening instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran senilai Rp 500 miliar.
Selain itu, lebih dari 140.000 rekening telah tidak aktif selama lebih dari 10 tahun dengan jumlah dana sebesar Rp 428,61 miliar.
PPATK mengatakan tindakan pembekuan diambil guna mencegah penyalahgunaan rekening, seperti perdagangan akun bank untuk kegiatan ilegal.
Kepala PPATK buka suara
Kepala Pusat PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa program pembekuan rekening pasif atau rekening yang tidak aktif dilakukan berdasarkan evaluasi risiko.
Ia menekankan bahwa program ini tidak bertujuan untuk menghentikan seluruh rekening masyarakat tanpa adanya perhitungan yang jelas.
“Tidak ada pemerataan, ini benar-benar didasarkan pada analisis risiko yang kami lakukan terhadap masing-masing rekening,” katanya kepada BantenMedia, Kamis.
Ia menambahkan, PPATK telah membuka jutaan rekening sejak bulan lalu. Untuk membuka rekening yang terbeku oleh PPATK ini terdapat dua persyaratan yang harus dipenuhi.
Pertama, rekening yang terkunci karena status dormant dapat kembali aktif jika nasabah mengajukan keberatan melalui bank.
Kedua, PPATK dapat kembali beroperasi setelah proses pemeriksaan terkait kemungkinan tindak pidana selesai dilakukan.
Ivan menyampaikan, pemilik rekening harus memenuhi prosedur pembaruan data agar rekeningnya bisa kembali diaktifkan.
“Terdapat prosedur pemutakhiran data yang harus dilakukan oleh nasabah. Tentu saja tidak akan menyulitkan, lebih dari 28 juta rekening telah kami buka kembali sejak bulan lalu,” ujarnya.
“Ya, keduanya (syarat). Kami sudah membuka sejak bulan lalu, segera setelah kami menutup. Proses ini sudah berlangsung lama,” tambahnya.
Ia menyampaikan, PPATK telah menghentikan sementara aktivitas transaksi pada jutaan rekening yang tidak aktif.
Setelah itu, pihak tersebut melakukan pengujian terhadap rekening tersebut.
“Kami memeriksa kelengkapan dokumen serta keberadaan nasabahnya, dan setelah diingatkan mengenai kepemilikan rekeningnya, segera kami hentikan,” kata dia.
Ivan mengatakan, PPATK kembali membuka lebih dari 28 juta rekening yang sebelumnya ditutup sementara transaksinya.
“Mengenai jutaan rekening yang kami hentikan beberapa bulan lalu, kini telah kami aktifkan kembali, tidak terlalu ramai karena memang program pencegahan yang harus dilaksanakan,” ujarnya.
