PPATKatau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyampaikan penghentian sementararekening tidak aktifalias tidur bertujuan melindungi pelanggan dari kemungkinan penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa pembekuan rekening yang tidak aktif berawal dari temuan berbagai tindakan ilegal seperti perdagangan rekening, peretasan, serta penggunaan data nasabah secara tidak sah.
“Rekening nasabah dijual belikan, diretas, dana diambil dan hilang, serta penggunaan rekening secara tidak sah. Semua hal tersebut dilakukan demi kepentingan ilegal,” kata Ivan kepadaBantenMedia.co.id, Rabu (30/7).
Sejak tahun 2020, PPATK telah melakukan analisis terhadap lebih dari satu juta rekening yang diduga terkait dengan tindak pidana. Dari jumlah tersebut, lebih dari 150 ribu rekening merupakan rekening nominee, yaitu rekening yang dimiliki oleh orang lain dan diperoleh melalui perdagangan rekening, peretasan, atau metode ilegal lainnya.
- Dasco Mendukung PPATK Menghentikan Rekening Tidak Aktif: Untuk Melindungi Dana Nasabah
- Komdigi Mendukung PPATK Menyelidiki Rekening: Mengatasi Judul Ini Tidak Mudah
- PPATK Akan Membekukan Rekening yang Tidak Aktif Selama 3 Bulan, Banyak Digunakan untuk Modus Pencucian Uang
Selain itu, PPATK menemukan lebih dari 50.000 rekening yang sebelumnya tidak aktif tiba-tiba menerima aliran dana yang mencurigakan.
Rekening-rekening tersebut selanjutnya digunakan sebagai tempat menyimpan dana hasil kejahatan dan menjadi tidak aktif ataudormantLebih dari 50.000 rekening di antaranya tercatat tidak pernah melakukan transaksi sebelum menerima aliran dana ilegal.
Rekening Bansos Disalahgunakan
PPATK juga menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial atau bansos yang tidak pernah dimanfaatkan selama lebih dari tiga tahun. Dana bansos senilai Rp 2,1 triliun hanya terendap, menunjukkan bahwa penyaluran belum tepat sasaran.
Setelah rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 10 Juli, Ivan mengungkapkan bahwa ratusan Nomor Induk Kependudukan atau NIK penerima bantuan sosial tercatat terlibat dalam berbagai tindak pidana, mulai dari korupsi, peredaran narkoba hingga pendanaan terorisme.
{Ternyata terdapat juga NIK yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, bahkan ada yang terkait pendanaan terorisme. Lebih dari 100 orang diketahui terlibat dalam kegiatan pendanaan terorisme,” ujar Ivan pada 10 Juli.}
Ivan mengatakan bahwa temuan tersebut berasal dari proses pemadanan data NIK penerima bantuan sosial yang diterima dari Kementerian Sosial dengan transaksi keuangan di salah satu bank BUMN.
Kami menyesuaikan NIK dari Kementerian Sosial dengan data transaksi terkait perjudian.online, korupsi, dan pendanaan terorisme. Akibatnya, banyak penerima bantuan sosial yang ternyata juga terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut,” katanya.
PPATK sebelumnya telah mengumumkan bahwa sebanyak 571.410 NIK penerima bantuan sosial teridentifikasi sebagai penggemar perjudian.onlinesepanjang tahun 2024, dengan jumlah deposit mencapai Rp 957 miliar dari 7,5 juta transaksi.
Ivan menyebutkan bahwa temuan tersebut hanya berasal dari satu bank milik negara. “Masih ada empat bank lainnya yang akan kami selaraskan,” katanya.
Selain itu, PPATK menemukan lebih dari 2.000 rekening yang dimiliki oleh instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang terbuktidormant, dengan total dana sebesar Rp 500 miliar. Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan diawasi.
Blokir Rekening Dormant untuk Pengamanan, Bukan Penyitaan
Berdasarkan analisis selama lima tahun terakhir, PPATK mengungkapkan maraknya penggunaan rekening yang tidak semestinya.dormant tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Rekening-rekening ini sering dimanfaatkan untuk menyimpan dana hasil kejahatan, seperti perdagangan rekening, peretasan, serta penggunaan nominee sebagai rekening penyimpanan, transaksi narkoba, korupsi, dan kejahatan lainnya.
Dana dalam rekening dormantjuga sering diambil secara ilegal, baik oleh pihak internal bank maupun pihak lain, khususnya pada rekening yang tidak pernah diperbarui informasinya oleh nasabah.
Sebagai tindakan pencegahan, PPATK sementara menangguhkan transaksi pada rekening yang tidak aktif. Kebijakan ini diambil pada 15 Mei guna menghindari kemungkinan penyalahgunaan dana.
Pembatasan akses dilakukan hanya sebagai tindakan perlindungan, bukan pengambilalihan. “Hak pemilik rekening tetap berlaku terhadap dana yang ada. Hanya saja, rekening sedang dijaga dari kemungkinan penyalahgunaan oleh pihak lain,” ujar Ivan.
Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan pemblokiran dilakukan karena rekening-rekening yang tidak aktif tidak menunjukkan aktivitas transaksi dalam jangka waktu yang cukup lama, sesuai dengan kebijakan masing-masing bank.
“Jika dibiarkan, hal ini akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, serta merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut,” ujar Natsir di Jakarta, pada Rabu (30/7).
Ia memastikan dana nasabah tetap dalam keadaan aman dan tidak akan hilang. Tindakan ini bertujuan untuk menjaga kepentingan nasabah serta sistem keuangan negara dari risiko tindak kriminal.
“Tujuan utamanya adalah mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan pemeriksaan kembali serta memastikan rekening dan hak atau kepentingan nasabah terlindungi,” katanya.
Peran Bank dan Nasabah dalam Mencegah Penyalahgunaan Rekening Fungsi Bank dan Nasabah dalam Menghindari Penggunaan Rekening yang Tidak Sah Tanggung Jawab Bank dan Nasabah untuk Mencegah Penyalahgunaan Rekening Kewajiban Bank dan Nasabah dalam Mengantisipasi Penyalahgunaan Rekening Peran Penting Bank dan Nasabah dalam Mencegah Penyalahgunaan Rekening Dampak Bank dan Nasabah terhadap Pencegahan Penyalahgunaan Rekening Keterlibatan Bank dan Nasabah dalam Menjaga Keamanan Rekening Tindakan Bank dan Nasabah untuk Mengurangi Risiko Penyalahgunaan Rekening Peran Aktif Bank dan Nasabah dalam Mencegah Penyalahgunaan Rekening Kesadaran Bank dan Nasabah dalam Mencegah Penyalahgunaan Rekening
PPATK menyarankan seluruh sektor perbankan agar meningkatkan pengelolaan rekening secara lebih ketatdormant. Ini meliputi perbaikan kebijakanknow your customer (KYC), penerapan customer due diligence(CDD) secara menyeluruh, serta himbauan agar nasabah aktif memastikan kepemilikan rekeningnya.
Meskipun bank telah menerapkan standar perlindungan terbaik, PPATK menekankan bahwa keterlibatan aktif dari pemilik rekening tetap diperlukan.
Apabila menerima notifikasi rekening dormant,Para nasabah diharapkan segera menghubungi pihak bank untuk melakukan verifikasi tambahan. Langkah ini penting dilakukan guna menjaga keamanan data dan dana nasabah.
“Rekening yang tidak digunakan dapat menjadi celah bagi tindak kejahatan. Mari kita lindungi rekening kita, lindungi Indonesia dari kejahatan finansial,” ujar Natsir.
Cara Mengaktifkan Rekening yang Tidak Aktif dan Diblokir
Pengguna yang mengalami pembekuan rekening yang tidak aktif dapat mengaktifkannya kembali dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu:
- Mengajukan keberatan dengan mengisi formulir melalui tautan ataulink bit.ly/FormHensem terlebih dahulu
- Pelanggan menunggu proses analisis dan pengkajian oleh PPATK dan bank. Prosesreviewdan pengembangan membutuhkan lima hari kerja dan bisa diperpanjang selama 15 hari kerja, tergantung pada kelengkapan dan kecocokan data serta hasil analisis, sehingga total perkiraan waktu mencapai 20 hari kerja.
- Pelanggan dapat melakukan pemeriksaan sendiri untuk mengetahui apakah rekening tersebut telah dibuka atau kembali aktif. Hal ini bisa dilakukan melalui mesin ATM,mobile banking, maupun pemeriksaan langsung terhadap pihak bank.
PPATK juga mengimbau seluruh bank segera memverifikasi data serta mengaktifkan kembali rekening yang sudah tidak aktif, jika keberadaan dan kepemilikan nasabah masih sah.
“Perbarui data nasabah sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak merugikan nasabah sah dan menjaga perekonomian serta integritas sistem keuangan Indonesia,” ujar Natsir.
PPATK mencatat bahwa terdapat lebih dari 140.000 rekening yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan total dana sebesar Rp 428,61 miliar. Rekening-rekening ini belum mengalami pemutakhiran data nasabah, sehingga berisiko disalahgunakan.
“Ini memberikan celah yang besar bagi praktik pencucian uang dan tindak kejahatan lainnya yang dapat merugikan kepentingan masyarakat atau bahkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan,” kata Natsir.





