Menimbang Saham-Saham Potensial Cuan kala Performa Indeks SMC Liquid Tertekan


,

JAKARTA – Indeks saham lapis kedua dalam
IDX SMC Liquid
mengalami penurunan sejak awal tahun dan ambrol sepekan lalu. Namun, pelemahan ini dapat dimanfaatkan investor untuk menyerok
saham-saham
bervaluasi murah.

Pelemahan IDX SMC Liquid tecermin dari kinerja indeks yang melemah sebesar 13,98% sepanjang tahun berjalan (

year to date

/YtD) menuju level 262,25.

Sementara itu, sepanjang pekan lalu atau tepatnya 10-14 Maret 2025, IDX SMC Liquid jatuh paling dalam dengan penurunan sebesar 4,80% secara mingguan. Penurunan itu lebih tinggi dari Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG
) yang melemah 1,81%.


LSIP hingga TAPG, Saham-saham Lapis Dua Berkinerja Moncer saat Indeks Tenggelam

Pelemahan indeks jika ditelusuri sejak awal tahun dibebani oleh saham
INTP
, INKP,
SMGR
, HEAL, dan ARTO. Adapun saham
MDKA
, INCO, INKP, AKRA, hingga ACES terekam menjadi pemberat indeks selama perdagangan pekan kemarin.

Senior Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan bahwa ada banyak faktor yang membuat IDX SMC Liquid jatuh, salah satunya sentimen negatif yang dihadapi emiten. Pada kasus penurunan saham MDKA dan
INCO
, misalnya, diakibatkan oleh respons negatif terhadap kenaikan tarif royalti minerba.

:

Kinerja Saham Lapis Dua Jeblok Awal 2025, INTP hingga ADMR Paling Boncos

Kendati demikian, Sukarno memandang IDX SMC Liquid tetap menarik dan berpeluang besar kembali pulih. Hal ini mengingat penurunan saham sudah cukup dalam, sehingga membuat valuasi secara mayoritas menjadi lebih menarik.

“Saham-saham di indeks ini secara mayoritas relatif murah dilihat dari PE [

price-to-earning ratio

] dan PBV [

price to book value

]. Begitu juga dengan valuasi indeks, yang kini diperdagangkan di bawah rata-rata 5 tahun,” ujarnya, Senin (17/3/2025).

:

Deretan Saham Lapis Dua Likuid Paling Moncer dalam 5 Tahun

Menurutnya, untuk saham yang dapat diperhatikan dengan valuasi tergolong murah karena PBV di bawah 1 kali dan PE di bawah 10 kali terdapat LSIP, DSNG, ERAA, PGAS, AUTO, SMRA, PWON, BNGA, MEDC BTPS, ITMG, HRUM, dan JSMR.

Sementara itu, Mirae Asset Sekuritas Indonesia
merekomendasikan
saham ANTM, NCKL, PGAS, ADMR, EXCL, JSMR, MEDC, hingga SSIA untuk diperhatikan investor.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menuturkan bahwa secara teknikal, IDX SMC Liquid memang sedang dalam fase menurun. Namun, indikator RSI memperlihatkan adanya

positive divergence

.

“Hal tersebut mengindikasikan bahwa fase menurun atau

downtrend

IDX SMC Liquid diperkirakan mulai terbatas,” ujar Nafan saat dihubungi

Bisnis

, Senin (17/3/2025).

Menurutnya, ke depan, fase menurun indeks tersebut diharapkan beralih ke fase akumulasi yang nantinya berpotensi berlanjut ke fase kenaikan atau

markup

. Artinya, kata Nafan, IDX SMC Liquid secara valuasi kini berada jauh di bawah nilai wajar.

“Jika dilihat dari sisi fundamental, saham ini tergolong

undervalued

. Dengan demikian, mayoritas saham yang tergabung dalam IDX SMC Liquid juga cenderung berada dalam kondisi

undervalued

atau di bawah nilai wajarnya,” ucap Nafan.



KINERJA EMITEN IDX SMC LIQUID

Di sisi lain, PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), salah satu emiten di IDX SMC Liquid, mencatat laba bersih Rp1,4 triliun pada 2024 atau naik 79%

year on year

(YoY). Perolehan ini melampaui ekspektasi karena setara 116% dari estimasi konsensus.

Capaian laba SMRA ditopang oleh kinerja solid pendapatan bersih yang meraih Rp10,62 triliun sepanjang tahun, meningkat sebesar 59,54% YoY. Raihan ini ditopang oleh penjualan kepada pihak ketiga, khususnya rumah yang menyentuh Rp6,08 triliun atau naik hampir 100% dari posisi Rp3,06 triliun pada 2023.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Ismail Fakhri Suweleh dan Wilastita Muthia Sofi, dalam riset terbarunya, menyebutkan bahwa laba bersih SMRA tercatat mencapai Rp440 miliar pada kuartal IV/2024 atau melonjak 144% (

quarter on quarter

/QoQ).

Kenaikan laba bersih pada periode itu didorong oleh peningkatan pendapatan perumahan menjadi Rp1,78 triliun atau meningkat 125% QoQ dan 220% YoY akibat percepatan serah terima produk bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sementara itu, manajemen SMRA mengungkapkan masih terdapat pendapatan yang akan diakui dalam satu tahun ke depan sekitar Rp4,56 triliun dan dalam 1-2 tahun mendatang sekitar Rp1,47 triliun, sehingga total mencapai Rp6,03 triliun.

“Target prapenjualan atau marketing sales SMRA pada 2025 ditetapkan sebesar Rp5 triliun atau meningkat 15% secara tahunan, lebih tinggi dari estimasi kami sebesar Rp4,5 triliun,” ujar keduanya dalam riset yang dirilis Senin (17/3/2025).

BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli SMRA dengan target harga Rp800. Hal ini karena strategi pemasaran perseroan dinilai selaras dengan tren preferensi pasar properti Indonesia, baik dari sisi harga maupun variasi produk.

Dalam perkembangan lain, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) mencatat pertumbuhan volume penjualan semen 0,5% YoY pada Februari 2025. Adapun pangsa pasar turun ke 28,6% seiring volume penjualan industri yang naik +5% YoY.

Laporan Stockbit menyebutkan pertumbuhan tahunan cenderung datar karena hujan dan banjir di wilayah Jawa, yang menyumbang 65% dari total volume penjualan.

Secara segmentasi produk, volume penjualan semen kantong tumbuh 3,3% YoY dan semen curah melemah 5,9% secara tahunan pada Februari 2025 lantaran normalisasi permintaan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Direktur Utama Indocement Tunggal Prakarsa Christian Kartawijaya menyatakan bahwa 2025 menjadi warsa yang menantang bagi pabrikan semen Tanah Air. Alasannya, industri semen nasional sejauh ini masih mengalami kelebihan pasokan, ditambah dengan efisiensi anggaran infrastruktur yang dilakukan pemerintah.

Namun, INTP tetap optimistis karena beberapa proyek infrastruktur masih berlanjut, seperti LRT, MRT, Jalan Tol Harbour Road, serta program pembangunan tiga juta rumah, perbaikan sekolah, dan diskon PPN properti yang masih tersedia.

“Kami juga berharap adanya dampak dari penurunan suku bunga dapat menggerakkan sektor properti dan meningkatkan daya beli,” ujar Christian.

_________



Disclaimer

: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Related posts