Mahasiswa Uncen Bergabung Demonstrasi Menentang UU TNI

Mahasiswa Uncen Bergabung Demonstrasi Menentang UU TNI


JAYAPURA

– Walaupun kelihatannya tertinggal karena frekuensi demonstrasi penolakan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang secara nasional mulai mereda, namun para mahasiswa di Papua baru saja memulainya. Isu tentang UU TNI pada dasarnya sangat berkaitan dengan situasi di Papua. Sebab sampai saat ini, pengiriman pasukan ke wilayah-wilayah termasuk Daerah Otonomi Baru masih kerap terjadi.

Walaupun penolakan telah dimulai sejak tiga minggu yang lalu, demonstrasi oleh mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) baru dimulai pada hari Rabu (26/3). Mereka mengirimkan aspirasi mereka langsung kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Yang membedakan adalah bahwa sementara di tempat lain terdapat beberapa insiden anarkis, di Jayapura prosesi tersebut berlangsung dengan tertib dan tenang; bahkan para mahasiswa disambut dengan cara yang sopan.

Di tempat ini, para mahasiswa mendesak penghapusan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi serta dapat membahayakan hak-hak warga negara. Demonstrannya melibatkan peserta yang datang dengan sepeda motor maupun mobil; beberapa dari mereka memakai seragam bernoda kuning-biru, sedangkan sisanya hanya menggunakan pakaian biasa.

Mereka mengangkat bendera dan leaflet yang memuat permintaan seperti “Batalkan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia”, “Kirim kembali angkatan bersenjata”, “Kembalikan TNI ke baraknya”, “Menentang Dua Peranan TNI”, dan “Prabowo Hentikan Kekerasan”.

Pada pidatonya, Sekretaris Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Cenderawasih (BEM Uncen), Rikcen Wonda, menyatakan bahwa Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) mempertontonkan kembali pola dual fungsionisme Angkatan Bersendjata Republik Indonesia (ABRI) pada era Orde Baru. “Apabila wilayah sipil dikuasai oleh tentara, maka dual fungsionisme ABRI yang ada saat Orde Baru akan muncul lagi dalam zaman Reformasi,” tegasnya.

Rikcen juga menghighlight kemungkinan adanya penyalahgunaan aturan hukum serta ketidakadilan.

“Bagaimana mungkin keadilan dapat dicapai jika supremasi hukum tak dilaksanakan?” Dia mencurigai bahwa Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhubungan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, lebih spesifik lagi Pasal 7 yang memberikan wewenang ekstensif bagi TNI dalam melancarkan operasi militer.

“Apa artinya ini? Ini merupakan ancaman terhadap warga negara biasa,” ujarnya.

Related posts