IHSG Turun, Saham Apa yang Tetap Menarik untuk Dibeli di Tengah Tekanan Pasar?

IHSG Turun, Saham Apa yang Tetap Menarik untuk Dibeli di Tengah Tekanan Pasar?


JAKARTA,

– Pada saat IHSG merosot sampai lima persen yang mengakibatkan BEI melakukan penahanan perdagangan, para investor harus lebih berhati-hati dalam memilih saham yang masih menjanjikan masa depan baik. Walaupun ada tekanan besar dari kondisi pasar karena goncangan di skala global serta ketidaktentuan ekonomi lokal, terdapat sejumlah saham yang dapat dipertimbangkan sebagai aset investasi jangka panjang.

Menurut Harry Su, Direktur Manajemen Penelitian dan Produksi Digital PT Samuel Sekuritas Indonesia, ada sejumlah saham yang tetap mengundang minat meskipun dalam situasi saat ini, seperti Indofood CBP (ICBP), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), serta Japfa Comfeed Indonesia (JPFA).

“Saham dalam bidang ini umumnya lebih stabil lantaran adanya kebutuhan yang tinggi, walaupun perekonomian tengah menghadapi tekanan,” terang Harry lewat pernyataannya pada hari Senin (18/3/2025).

Di samping itu, investor dianjurkan untuk mengambil pertimbangan pula pada saham-saham berdividen tinggi yang cenderung lebih tahan terhadap fluktuasi pasar.

“Kami menyarankan Astra International (ASII), HM Sampoerna (HMSP), dan Unilever Indonesia (UNVR) karena sejarah mereka cenderung tampil lebih handal meski dalam kondisi tidak pasti,” jelasnya.

Saham dari sektor teknologi, semen, infrastruktur, serta energi terbarukan lebih baik dikurangi dalam situasi pasar yang masih fluktuatif.

Peluang usaha dalam bidang-bidang tersebut dipandang cukup tidak menentu akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat serta adanya keraguan terhadap arah kebijakan pemerintahan.

Peningkatan Tekanan dari Pasar

Beragam factor luar dan dalam negeri memicu tekanan pada bursa saham di Indonesia.

Secara internasional, tarif yang dikenakan oleh administrasi Trump diyakini dapat memicu kenaikan inflasi di AS, sehingga menghambat kemungkinan negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia untuk melakukan penurunan tingkat suku bunga.

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok turut memberikan tekanan tambahan, terlebih adanya ancaman dumping dari pihak Tiongkok yang sedang berjuang untuk mengekspor produknya ke AS.

Di sisi lain, di dalam negeri, pemotongan peringkat saham dan rating investasi Indonesia oleh sejumlah badan internasional turut menguatkan suasana negatif di pasaran.

Risiko penghentian pekerjaan yang meluas di beberapa industri beserta ancaman penurunan harga dapat membahayakan kemampuan konsumen untuk membelanjakan uangnya dan menghalangi perkembangan perekonomian dalam negeri.

“Kehadiran Danantara yang penuh dengan campur tangan politik dan pengungkapan beberapa kasus korupsinya skala besar, semakin memperbesar ketakutan para investor asing mengenai tingkat keterbukaan informasi di Indonesia,” kata Harry.

Mendekati masa cuti lebaran, keraguan ini semakin memicu penjualan massal di bursa efek.

Di luar saham, diversifikasi portofolio juga direkomendasikan sebagai cara untuk meminimalkan risiko.

“Jangan meletakkan semua uang Anda dalam satu jenis investasi saja. Obligasi serta emas masih merupakan opsi yang menjanjikan sebagai perlindungan kekayaan menghadapi ketidaktentuan pasar,” jelas Harry.

Samuel Sekuritas mengestimasi bahwa IHSG akan mencapai tingkat 7.300 sementara nilai tukar rupiah diproyeksikan melemah menjadi sekitar Rp 16.600 per dolar AS menjelang tahun 2025.

Related posts