BANTENMEDIA – Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron, mengajukan permohonan kepada pemerintah agar melakukan evaluasi ulang terkait aturan penyaluran gas LPG 3 kg. Saat ini, masyarakat mulai mengeluhkan kelangkaan yang terjadi.
Menurut Herman, perlu dilakukan evaluasi kembali karena masalah bukan terletak pada proses penyaluran sampai pada tingkat penerima, melainkan aturan yang ada.
“Kita harus mempertimbangkan ulang aturan tersebut. Misalnya, apakah aturan itu harus sampai pada tingkat pangkalan? Tidak. Masalahnya terletak pada pelanggaran aturan, seperti harga eceran tertinggi (HET),” ujarnya.
Meskipun demikian, Herman menyebut bahwa aturan tersebut diberlakukan karena adanya pengecer atau warung yang menjual LPG 3 kg di atas HET.
“Saat ini HET berapa? 18.000 ya? Namun, ditemukan bahwa harga tersebut dijual oleh pengecer toko atau warung dengan harga Rp25.000. Jelas bahwa hal ini melanggar aturan HET. Ini yang harus ditindaklanjuti. Bukan menyalurkannya melalui warung, melainkan menertibkan pelanggaran di tingkat pangkalan,” tambahnya.
Sanksi Kepada Agen atau Pangkalan
Herman juga membicarakan sanksi yang seharusnya diterapkan kepada agen atau pangkalan yang menjual dengan harga tinggi. Menurutnya, sanksi harus diberikan kepada mereka yang melanggar aturan, bukan kepada warung.
“Agen dan pemilik pangkalan yang melanggar aturan harus dijatuhi sanksi. Pelanggaran ini tidak hanya merugikan konsumen, namun juga menyebabkan kelangkaan barang di pasaran. Kendati demikian, pemerintah harus memastikan bahwa aturan penyaluran LPG 3 kg dijalankan dengan baik,” jelas Herman.
Herman menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan bahwa semua agen dan pengecer mematuhi aturan dalam penyaluran LPG 3 kg, bukan menghapus warung sebagai saluran distribusi.
“Jika terdapat agen atau pengecer yang melanggar aturan, izinnya harus dicabut dan dialihkan kepada yang lebih patuh. Jangan ragu untuk menjatuhkan sanksi kepada pelanggar aturan,” lanjutnya.
Terkait dengan kelangkaan LPG 3 kg, Herman menyatakan bahwa kekhawatiran masyarakat terhadap kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg adalah wajar. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk memperhitungkan keterjangkauan masyarakat di berbagai daerah.
“Dengan adanya larangan penjualan gas LPG di warung sebagai subordinasi pangkalan, pastilah akan terjadi kelangkaan. Ini bukan hanya masalah kelangkaan gas elpiji, melainkan kelangkaan di warung-warung. Hal ini tentu menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pasokan gas elpiji,” ucapnya.
Aturan Bukan Beban Masyarakat
Herman menekankan bahwa aturan ini tidak boleh menjadi beban bagi masyarakat, terutama di desa menjelang bulan puasa.
“Pangkalan tidak terdapat di setiap desa. Oleh karena itu, tidak patut bagi masyarakat untuk dirugikan akibat aturan ini. Terutama menjelang bulan puasa, kehabisan gas saat sahur tentu akan merepotkan masyarakat. Haruskah mereka berlari ke pangkalan?” ungkapnya.
Herman juga berencana untuk mengundang Pertamina guna membahas aturan tersebut dan mengklarifikasi tanggung jawab terkait penyaluran yang tepat sasaran.
“Pertamina harus bertanggung jawab penuh terhadap penyaluran ini, sehingga tepat sasaran dan tepat harga. Kedepannya, Pertamina harus diingatkan bahwa tanggung jawab dalam penyaluran barang bersubsidi harus dijalankan sesuai aturan oleh agen dan pengecer,” tutup Herman.
