Angka Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak di Lebak Meningkat
Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lebak, Banten, mengalami peningkatan signifikan. Dalam data yang dirilis oleh Unit Pelaksana Tugas Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Lebak, sebanyak 124 orang menjadi korban kekerasan seksual dari bulan Januari hingga Juli 2025.
Kasus-kasus ini meliputi berbagai bentuk kekerasan seperti pelecehan seksual terhadap anak, persetubuhan, anak berhadapan dengan hukum (ABH), sodomi, pengeroyokan, dan pemerkosaan. Kepala UPTD PPA Lebak, Fuji Astuti, menjelaskan bahwa angka tersebut mencerminkan tren peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Pada tahun 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya sebanyak 109. Namun, pada tahun 2025, dari Januari hingga Juli saja sudah tercatat 124 kasus. Ini menunjukkan adanya peningkatan,” ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pertama, kurangnya perhatian dari orang tua terhadap anak-anak mereka. Kedua, penggunaan media sosial yang tidak terpantau dan bisa memengaruhi perilaku anak. Ketiga, lingkungan sekitar yang tidak aman dan rentan terhadap tindakan kekerasan.
“Banyak dari pelaku kekerasan berasal dari lingkungan dekat korban, seperti bapak tiri, kakek tiri, paman, atau bahkan orang luar. Ada juga kasus yang melibatkan perangkat desa,” tambahnya.
Fuji Astuti menegaskan bahwa peran aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus ini sangat maksimal. “Kami bekerja sama dengan APH. UPTD PPA bertugas sebagai pendamping, sementara APH menangani aspek hukumnya,” jelasnya.
Ia juga mengajak para orang tua untuk lebih waspada dan memberikan perhatian lebih kepada anak-anak mereka. Menurutnya, perhatian orang tua dapat membantu mencegah anak-anak terlibat dalam situasi yang berpotensi membahayakan.
“Anak harus mendapatkan pengawasan dan perhatian dari orang tua. Jika anak merasa diperhatikan, maka aktivitas mereka bisa lebih terkontrol dan terhindar dari risiko kekerasan,” ujarnya.
Selain itu, ia menyarankan agar orang tua memperhatikan penggunaan media sosial oleh anak-anak. Penggunaan medsos yang tidak terpantau bisa menjadi pintu masuk bagi tindakan kekerasan atau pelecehan.
“Orang tua perlu memastikan bahwa anak-anak mereka tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif di dunia maya,” pesannya.
Dengan adanya peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, penting bagi masyarakat, khususnya orang tua, untuk lebih aktif dalam melindungi anak-anak mereka. Selain itu, peran pemerintah dan lembaga perlindungan perempuan dan anak juga sangat penting dalam upaya mencegah dan menangani kasus-kasus tersebut secara efektif.



