Jawa Tengah Catat PHK Tertinggi di Semester I 2025, Banten dan Jabar Ikuti Jejak

Jawa Tengah Catat PHK Tertinggi di Semester I 2025, Banten dan Jabar Ikuti Jejak

Tren PHK di Indonesia pada Semester Pertama 2025

Jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) selama semester pertama tahun 2025 mencatat angka yang signifikan. Data yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa Jawa Tengah menjadi provinsi dengan jumlah PHK tertinggi, yaitu sebanyak 8.161 kasus pada bulan Februari. Diikuti oleh Jawa Barat dengan 3.868 kasus dan Banten yang mencatat 2.544 PHK pada Januari.

Bulan Februari menjadi bulan dengan jumlah PHK nasional terbanyak, mencapai 17.014 kasus. Namun, angka tersebut mengalami penurunan drastis pada bulan Juni, hanya tersisa 1.563 kasus. DKI Jakarta misalnya, mengalami penurunan dari 696 kasus pada Februari menjadi 122 kasus pada Juni.

Read More

Beberapa provinsi lain seperti Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara mencatat angka PHK yang relatif rendah. Misalnya, Maluku tidak memiliki kasus PHK baik pada Februari maupun Juni, sementara Maluku Utara mencatat 2–3 kasus per bulan dan Kalimantan Utara antara 0–11 kasus. Meski demikian, kategori “tidak teridentifikasi” tetap muncul setiap bulan dengan rata-rata 1–3 kasus.

Data ini dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker. Angka PHK dihitung secara akumulatif setiap bulan berdasarkan provinsi, dengan satuan dalam orang.

Anwar Sanusi, Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemnaker, menyebutkan bahwa tren PHK tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2024. Namun, angka PHK mulai menunjukkan penurunan pada pertengahan tahun.

“Ada satu tren, memang pada 2025 ini sedikit lebih tinggi, tetapi pada bulan Juni datanya sudah menurun,” ujarnya saat memberikan keterangan di Kompleks Parlemen.

Menurut Anwar, tiga sektor industri yang paling terdampak adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta pertambangan dan penggalian. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor ekonomi dan kebijakan yang berdampak pada stabilitas pasar kerja.

Langkah Pemerintah untuk Menghadapi Lonjakan PHK

Menteri Ketenagakerjaan Prof Yassierli menyampaikan bahwa pemerintah tengah memprioritaskan pelatihan dan transformasi Balai Latihan Kerja (BLK). Fokus utamanya adalah pada penyiapan BLK sebagai pusat pembekalan keterampilan masa depan dan mendukung kewirausahaan.

“Tahun ini kami fokus pada penyiapan BLK untuk membekali keterampilan masa depan dan mendukung kewirausahaan,” ujarnya dalam diskusi bersama Forum Pemred di Kantor Kemnaker, Jakarta.

Pemerintah menargetkan 10 BLK menjadi pusat talent partner, sebagai wadah generasi muda untuk mengembangkan ide dan berjejaring dengan investor. “Teman-teman Gen Z dan milenial bisa datang, membawa ide produk, lalu kita bantu inkubasi,” tambahnya.

Yassierli juga menjelaskan bahwa pihaknya sedang membangun sinergi dengan dunia usaha untuk memperluas pelatihan tenaga kerja. “Kami bangun dulu kesadaran di dunia usaha bahwa reskilling dan upskilling itu penting. Kalau bisa kolaborasi, itu yang kita dorong mulai tahun depan,” katanya.

Pelatihan untuk Sektor Koperasi dan Subsidi Upah

Di sektor koperasi, Kemnaker menargetkan pelatihan bagi 100 ribu pengurus koperasi pada 2026. “Satu koperasi bisa memiliki 3–6 pengurus. Yang kita latih dulu adalah pengurusnya,” jelas Yassierli.

Selain itu, realisasi bantuan subsidi upah (BSU) terus didorong. “Terakhir saya cek, sudah mencapai 85 persen. Dari lebih dari 17 juta penerima, sekitar 16 juta sudah terverifikasi dan tersalurkan. Jika tuntas seluruhnya, total bisa mencapai 32 juta,” ujarnya.

Yassierli juga menekankan pentingnya Gerakan Produktivitas Nasional sebagai kunci peningkatan daya saing. “Fokusnya adalah intervensi ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan peningkatan produktivitas. Ini akan menjadi salah satu kunci daya saing,” tambahnya.

Related posts