Erdogan Hubungi Putin, Serangan Israel ke Suriah Ancam Kekacauan Regional

Erdogan Hubungi Putin, Serangan Israel ke Suriah Ancam Kekacauan Regional

Pembicaraan Telepon Antara Presiden Turki dan Rusia tentang Kekacauan di Suriah

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada hari Jumat melakukan percakapan telepon dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Dalam pembicaraan tersebut, keduanya membahas kekhawatiran terkait meningkatnya ketegangan di Provinsi Suwayda atau Sweida di Suriah. Isu ini muncul setelah beberapa bentrokan antar kelompok etnis dan serangan yang dilakukan oleh Israel terhadap wilayah tersebut.

Kantor Kepresidenan Turki merilis pernyataan bahwa dalam percakapan tersebut, kedua pemimpin memperhatikan peningkatan ketegangan di kawasan tersebut. Erdogan menekankan pentingnya bagi Israel untuk tidak melanggar kedaulatan Suriah. Ia juga menegaskan komitmen Turki dalam mendukung stabilitas dan keamanan di Suriah serta mempercepat proses pemulihan negara tersebut.

Read More

Pihak Kremlin menyampaikan bahwa kedua pemimpin telah berdiskusi secara rinci mengenai situasi di Timur Tengah, termasuk eskalasi di Suriah. Mereka menyatakan kekhawatiran mendalam atas lonjakan kekerasan baru-baru ini di negara tersebut. Pernyataan tersebut menekankan perlunya stabilisasi situasi secepatnya melalui dialog dan penguatan kesepakatan nasional sambil menghormati hak-hak semua warga Suriah, terlepas dari keyakinan mereka.

Selain itu, kedua belah pihak menekankan pentingnya menjaga kedaulatan, persatuan, dan integritas teritorial Suriah. Eskalasi kekerasan yang terjadi di Provinsi Sweida, Suriah selatan, telah memicu krisis yang kompleks dan semakin memburuk. Kejadian ini menunjukkan betapa rapuhnya stabilitas Suriah hanya enam bulan setelah jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad, serta menciptakan gelombang kejut di seluruh kawasan.

Dalam seminggu terakhir, Suwayda menjadi lokasi bentrokan antar suku di Suriah. Pertempuran awalnya dipicu oleh perselisihan antara komunitas Druze dan suku Arab Sunni Badui, tetapi cepat berkembang menjadi konflik perkotaan yang melibatkan pasukan pemerintah sementara Suriah dan serangan udara Israel.

Menurut laporan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (Syrian Observatory for Human Rights) yang berbasis di Inggris, hingga Kamis, hampir 600 orang dilaporkan tewas, termasuk puluhan warga sipil dan ratusan pejuang dari berbagai pihak. Seiring meningkatnya ketegangan, Israel melancarkan serangkaian serangan udara terhadap lokasi militer Suriah di Sweida dan Damaskus, ibu kota Suriah.

Israel mengklaim serangan tersebut dilakukan untuk melindungi komunitas Druze di Suriah. Menurut laporan, bentrokan etnis antara kelompok bersenjata Druze dan Badui serta pasukan pemerintah telah menewaskan ratusan orang. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan kaum Druze sebagai “saudara”, karena jumlahnya sekitar satu juta di Suriah—sebagian besar tinggal di Suwayda—dan sekitar 150.000 di Israel.

Sebelumnya, Netanyahu dan Presiden transisi Suriah Ahmed al-Sharaa menyetujui gencatan senjata. Dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Anadolu, kantor kepresidenan Suriah pada Sabtu 10 Juli 2025 meminta semua pihak untuk sepenuhnya mematuhi keputusan tersebut. Mereka diminta segera menghentikan semua operasi tempur di seluruh wilayah, memastikan perlindungan warga sipil, dan menjamin pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan.

Related posts