Gubernur Jabar Kecam Praktik Pungutan di MAN 1 Cianjur
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan pernyataan tegas terkait adanya praktik pungutan uang partisipasi orangtua di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Cianjur. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada bentuk pungutan apa pun yang dilakukan oleh sekolah, baik itu dalam bentuk sumbangan, infak, atau yang lainnya.
Dalam unggahannya di akun Instagram, Dedi menyampaikan kekecewaannya terhadap berita yang muncul mengenai pungutan tersebut. Menurutnya, dana yang digunakan untuk operasional sekolah berasal dari BOS atau BPMU, sehingga seharusnya tidak perlu meminta kontribusi tambahan dari orangtua siswa.
“Pagi ini saya dikirimi terus berita tentang pungutan di MAN 1 Cianjur, dan ada penjelasan dari humasnya bahwa pungutan itu dilakukan, atau sumbangan itu, atau infak itu dilakukan karena untuk menutupi biaya operasional yang tidak cukup, yang bersumber dari BOS atau BPMU,” ujar Dedi.
Meskipun MAN 1 Cianjur dikelola oleh Kementerian Agama, Dedi menekankan bahwa tidak ada perbedaan antara MAN dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) terkait pengelolaan dana. Ia menjelaskan bahwa BOS dan BPMU yang diterima oleh MAN dan SMAN memiliki nilai yang sama. Hal ini membuatnya bertanya-tanya mengapa di SMAN tidak ada pungutan, sementara di MAN justru ada.
“Memang (MAN) bukan di bawah gubernur. Tapi, sebagai gubernur, perlu saya sampaikan bahwa BOS MAN dan SMAN itu sama, BPMU-nya juga sama. Pertanyaannya adalah, mengapa kalau di SMAN tidak ada pungutan, tetapi di MAN ada pungutan, kan dua-duanya sumber uangnya sama, dan nilai uangnya juga sama,” tutur Dedi.
Alasan MAN 1 Cianjur dan Tanggapan Orang Tua Siswa
Dedi juga menyampaikan kekhawatirannya terkait alasan pihak MAN 1 Cianjur yang memungut sumbangan orangtua dengan dalih untuk mendukung program unggulan sekolah. Ia menilai bahwa setiap sekolah pasti memiliki target, dan target tersebut mestinya bisa dicapai dengan memaksimalkan dana yang tersedia.
“Sebagai wakil dari orangtua di seluruh Jawa Barat, saya ingin semua sekolah di Jabar setara, tidak ada perbedaan, baik yang dikelola provinsi atau oleh Kemenag,” imbuhnya.
Sebelumnya, orang tua siswa MAN 1 Cianjur menyampaikan protes terhadap kebijakan sumbangan pendidikan sukarela yang diberlakukan sebagai pengganti Uang Dana Bulanan (UDB). Meski disebut bersifat sukarela, dalam surat pernyataan kesediaan justru tercantum pilihan nominal sumbangan, mulai dari yang terkecil hingga terbesar dengan besaran Rp2,5 juta, Rp2,7 juta, dan Rp3 juta.
Saat dikonfirmasi, pihak sekolah menegaskan bahwa mereka tidak pernah mematok besaran sumbangan yang diminta kepada orangtua siswa. Permintaan partisipasi orangtua melalui komite madrasah disebut sebagai upaya mendukung capaian program-program sekolah yang tidak dapat sepenuhnya dibiayai oleh anggaran pemerintah, seperti BOS dan BPMU.
Pihak sekolah juga menyebut bahwa penggalangan dana oleh komite diperbolehkan secara regulasi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah, serta Surat Keputusan Dirjen Pendis Nomor 3601 Tahun 2024.
Namun, Dedi tetap menegaskan bahwa pungutan apapun yang dilakukan oleh sekolah tidak boleh terjadi. Ia berharap agar seluruh wilayah Jawa Barat dapat menjaga kesetaraan dalam pengelolaan pendidikan, tanpa adanya praktek pungutan yang tidak sesuai aturan.




