Ironi Pemekaran Pandeglang: Janji Manis yang Berujung Pahit

Ironi Pemekaran Pandeglang: Janji Manis yang Berujung Pahit

PR GARUT– Pembagian wilayah sering dijuluki sebagai langkah menuju pelayanan publik yang lebih dekat, pembangunan yang lebih cepat, dan kesejahteraan yang merata. Namun, kenyataannya tidak selalu sesuai harapan. Kabupaten Pandeglang, wilayah seluas 2.771,41 km² yang memisahkan diri dari Jawa Barat untuk bergabung dengan provinsi baru, justru menjadi contoh nyata dampak negatif dari pemekaran.

Read More

Alih-alih berkembang pesat, Pandeglang kini memiliki status sebagai kabupaten paling miskin di provinsinya. Lebih mengejutkan lagi, bupati yang memimpin wilayah ini tercatat sebagai bupati paling miskin dibandingkan pemimpin daerah lain di provinsi tersebut.

Pengembangan Wilayah Jawa Barat

Pandeglang dahulu merupakan bagian dari Jawa Barat dengan luas wilayah yang sangat besar. Kondisi geografis yang jauh dari pusat pemerintahan membuat masyarakat menginginkan adanya pemekaran. Aspirasi tersebut dipertahankan hingga akhirnya pemerintah pusat menyetujuinya. Pandeglang secara resmi bergabung dengan provinsi baru yang terbentuk dari hasil pemekaran Jawa Barat dan sekitarnya.

Saat itu, masyarakat menyambut dengan penuh antusiasme. Harapan besar ditempatkan pada pemekaran: percepatan pembangunan, peningkatan kualitas layanan publik, hingga penguatan perekonomian daerah. Sayangnya, apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan.

Fakta Pahit: Kabupaten Termiskin

Data menunjukkan bahwa Pandeglang kini menjadi kabupaten dengan tingkat kemiskinan terbesar di provinsinya. Beberapa faktor utama yang menyebabkan kondisi ini antara lain:

Struktur perekonomian masih mengandalkan pertanian tradisional yang memiliki tingkat produktivitas yang rendah.

Kurangnya investasi akibat keterbatasan infrastruktur dasar.

Pendapatan Daerah Asli (PAD) yang sedikit menyebabkan ketergantungan besar terhadap dana dari pemerintah pusat.

Lokasi pekerjaan yang sedikit menyebabkan tingginya tingkat pengangguran.

Keadaan ini menyebabkan Pandeglang semakin tertinggal dibandingkan kabupaten lain di provinsi barunya.

Kepala Daerah dengan Tingkat Kemiskinan Terbesar di Provinsi Baru

Kondisi Pandeglang semakin mendapat perhatian masyarakat setelah laporan harta kekayaan menunjukkan bahwa bupatinya adalah yang paling miskin dibandingkan dengan pemimpin daerah lain. Kejadian ini memicu berbagai tanggapan pro dan kontra.

Sebagian masyarakat memandangnya sebagai gambaran kepemimpinan yang sederhana dan dekat dengan rakyat, sementara sebagian lain meragukan kemampuan pemimpin yang memiliki sumber daya keuangan terbatas dalam mengangkat daerah dari keterpurukan ekonomi.

Meskipun demikian, bupati menegaskan bahwa kekayaan pribadi bukan menjadi ukuran utama dalam membangun. Ia berkomitmen untuk berjuang bersama masyarakat meski dalam kondisi yang terbatas.

Tantangan Berat Pembangunan

Pandeglang menghadapi berbagai tantangan: kondisi jalan dan jembatan yang kurang memadai, akses layanan kesehatan yang terbatas, serta tingginya angka siswa yang tidak menyelesaikan pendidikan. Dengan dana yang terbatas, berbagai program pembangunan sering mengalami hambatan.

Meninggalkan Jawa Barat juga berarti mengurangi dukungan pembangunan yang sebelumnya cukup besar. Kini, pemerintah daerah diharapkan mampu mengeksplorasi potensi lokal sambil memperkuat identitas kabupaten agar dapat bersaing dengan wilayah lain.

Meskipun ada kenyataan yang menyedihkan, masih terdapat harapan. Status sebagai kabupaten paling miskin diharapkan menjadi dorongan untuk bangkit. Peningkatan sumber daya manusia, percepatan pembangunan infrastruktur, serta kebijakan pembangunan yang berbasis potensi lokal menjadi kunci agar Pandeglang tidak terus-menerus terjebak dalam ironi pemekaran.

Related posts