Mengungkap Rahasia: Mengapa Kita Tak Dapat Ingat Hidup Sebagai Bayi?

Mengungkap Rahasia: Mengapa Kita Tak Dapat Ingat Hidup Sebagai Bayi?

Setiap orang akan melalui serangkaian fase hidup, dimulai dengan menetap di perut sang ibu, dilahirkan ke alam semesta, bertransformasi dari seorang bayi tanpa kemampuan khusus, berkembang menjadi balita, kanak-kanak, serta remaja, hingga akhirnya mencapai kedewasaan dan usia lanjut.

Tetapi, mengapa kita tidak dapat mengingat masa hidup ketika masih bayi? Kita tidak mengetahui apa yang terjadi antara umur 0 hingga 2 tahun, dan hal ini termasuk para jenius pun tidak mampu untuk mengingatnya.

Keadaan itu dinamakan amnésia infancy, yang secara teknis diidentifikasi sebagai kondisi lupa atas pengalaman hidup sebelum mencapai umur tiga hingga empat tahun. Kondisi ini masih menjadi tantangan dalam penelitian karena alasan sederhana bahwa bayi belum mahir dalam berkomunikasi verbal.

Berbeda dari ingatan episodik di mana Anda dapat menceritakannya ke pihak lain, hal tersebut tak bisa dilakukan oleh bayi yang belum mengenal bahasa. Karena alasan itu, penjelasan tentang topik ini perlu menggunakan metode alternatif, misalnya dengan memerhatikan perilaku bayi saat mereka terbaring atau sedang fokus pada objek tertentu.

Para peneliti kemudian memindai otak bayi yang sedang sadar menggunakan teknik pemindaian resonansi magnetik fungsional ketika bayi tersebut menjalani tes ingatan. Tes ini melibatkan pemeriksaan sejumlah gambar dan mengenali satu di antara mereka sebagai gambar yang telah dilihat sebelumnya.

“Ketika bayi melihat sesuatu yang pernah dilihat sebelumnya, harapan kami adalah mereka akan lebih banyak memperhatikan saat kembali melihat hal tersebut. Oleh karena itu, pada percobaan ini, apabila bayi cenderung lebih lama menatapi gambar yang telah diketahui daripada gambar baru di sampingnya, maka bisa disimpulkan bahwa bayi mengenalinya sebagai objek yang familiar,” ungkap Nick Turk-Browne, professor ilmu psikologi dari Yale’s Faculty of Arts and Sciences serta penulis utama studi yang dipublikasikan dalam jurnal tersebut.
Science
.

Apa yang terjadi di pikiran mereka yang masih kecil? Sampai hari ini, mayoritas penjelasan ilmiah menunjukkan bahwa bayi tidak bisa membuat memori episodik karena bagian otak yang mengatur hal tersebut—yaitu hippocampus—belum sepenuhnya tumbuh. Hal itu merupakan asumsi yang logis, tetapi sangatlah susah untuk mendukung atau menjatuhkan keyakinan pada teori tersebut. Sebab selain kurang lancar dalam berkomunikasi dengan kata-kata, bayi juga cenderung gelisah, enggan patuh, serta sukar diajak fokus sesuai instruksi orang dewasa.

Akan tetapi, regu berhasil mendapati informasi yang menarik. Regu penelitian ini dapat memantau kegiatan hippocampus pada bayi saat menjalani tugas tertentu. Temuan mereka sungguh berlawanan dengan asumsi sebelumnya terkait perkembangan otak si Kecil. Mereka menyimpulkan bahwa semakin lama bayi memandang objek yang sudah dikenali, maka akan semakin meningkat pula aktivitas yang dicatat dalam hippocampus mereka.

Bukan hanya itu, fenomena tersebut muncul spesifik diarea yang berhubungan dengan memori episodik pada orang dewasa, suatu temuan yang menandakan bahwa kemampuan untuk menyimpan memori individual sudah dimulai aktivitasnya saat masih dalam tahap bayi.

Dampaknya menjadi lebih signifikan pada anak-anak berumur lebih dari satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa memori episodik bisa berkembang jauh sebelum mencapai umur 3 atau 4 tahun seperti yang sering dipercaya sebelumnya.

Tentu saja penemuan ini mengundang pertanyaan berikutnya: Jika otak kita yang menciptakan memori ini, kemudian di manakah ia hilang?

Hingga kini, Turk-Browne dan tim belum mengetahui pasti apa yang berlangsung. Akan tetapi, mereka telah merumuskannya dengan sejumlah hipotesis. Mereka menduga bahwa kemungkinan besar memori tersebut dibentuk namun hanya dipertahankan untuk sementara waktu saja. Atau bisa juga memori tersebut masih tersedia, akan tetapi secara suatu cara tertentu menjadi terisolasi atau tak dapat dijangkau oleh pikiran orang dewasa.

“Tim kami mencoba mengejar daya tahan memori hippocampus dari waktu ke waktu pada anak-anak, dan sudah mulai mengamati kemungkinan yang sangat ekstrem, hampir mirip dengan konsep fiksi ilmiah, yaitu apakah memori itu bisa tetap bertahan dalam beberapa format sampai mereka menjadi orang dewasa, walaupun mungkin tidak dapat dijangkau,” ungkap Turk-Browne.

Related posts