Eskalasi Konflik di Suriah dan Intervensi Israel
Ketegangan yang terjadi di kota Suwayda, wilayah barat daya Suriah, meningkat tajam setelah gencatan senjata antara pasukan pemerintah dan faksi lokal Druze gagal sepenuhnya. Bentrokan antara suku Badui Sunni dan kelompok minoritas Druze kembali pecah, meskipun pihak pemerintah Damaskus telah mengerahkan pasukan untuk menciptakan stabilitas di wilayah tersebut.
Perluasan konflik ini menarik perhatian Israel, yang secara terbuka menganggap kelompok Druze sebagai sekutu potensialnya di Suriah. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah meminta penarikan mundur pasukan Suriah dari Suwayda. Beberapa jam setelah permintaan tersebut, pada hari Rabu, 16 Juli 2025, Israel meluncurkan serangan udara langsung ke pusat ibu kota Suriah, Damaskus. Serangan ini ditujukan ke area penting, termasuk sekitar kompleks Kementerian Pertahanan dan istana presiden.
Akibat serangan tersebut, media pemerintah Suriah melaporkan sedikitnya tiga orang tewas dan 34 lainnya cedera, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan. Serangan ke jantung ibu kota Suriah ini menjadi salah satu eskalasi terbesar dalam beberapa waktu terakhir. Namun, insiden ini tidak terjadi secara sendiri, melainkan bagian dari kampanye militer Israel yang lebih luas dan sistematis.
Kampanye ini dimulai sejak 10 Desember 2024, dengan serangan yang menargetkan bandara utama, fasilitas pertahanan udara, hingga aset strategis lainnya. Data dari Armed Conflict Location and Event Data project (ACLED) menunjukkan bahwa selama enam bulan terakhir, Israel telah melakukan lebih dari 200 serangan udara, drone, atau artileri, rata-rata satu serangan setiap tiga hingga empat hari.
Serangan terbaru dalam kampanye ini terjadi pada hari Selasa, 3 Juni 2025. Militer Israel mengonfirmasi telah menembakkan artileri ke sejumlah target di Suriah sebagai respons atas dua proyektil yang jatuh di area terbuka di Dataran Tinggi Golan yang mereka kuasai.
Meskipun intensitas serangan meningkat drastis dalam beberapa bulan terakhir, data ACLED menunjukkan bahwa serangan Israel ke Suriah sebenarnya telah berlangsung selama bertahun-tahun. Frekuensi serangan terus meningkat sejak Januari 2017. Dalam kampanye terbaru pasca-Assad, serangan Israel terkonsentrasi di wilayah selatan Suriah, di mana provinsi Deraa, Damaskus, dan Quneitra menjadi target utama. Wilayah-wilayah ini mencakup hampir 60 persen dari seluruh serangan yang tercatat antara Desember 2024 hingga Mei 2025.
Perkembangan Terkini
Serangan Israel terhadap wilayah-wilayah kunci di Suriah semakin menunjukkan ketegangan yang berkelanjutan antara kedua negara. Pihak Israel tampaknya terus memperkuat posisi militer mereka di kawasan, sementara pihak Suriah berusaha menjaga kontrol atas wilayah-wilayah strategis.
Selain itu, konflik internal di Suriah juga semakin memperumit situasi. Ketegangan antara suku Badui Sunni dan kelompok Druze telah memicu kekacauan di kota-kota seperti Suwayda, yang berada di dekat perbatasan dengan Yordania. Hal ini membuat situasi politik dan keamanan di wilayah tersebut semakin tidak stabil.
Dalam konteks yang lebih luas, intervensi Israel di Suriah menunjukkan bahwa negara tersebut terus mengambil langkah-langkah aktif untuk menjaga kepentingan nasionalnya di kawasan. Tindakan ini tidak hanya memengaruhi hubungan bilateral antara Israel dan Suriah, tetapi juga berdampak pada dinamika regional secara keseluruhan.
Beberapa analis menyatakan bahwa kebijakan luar negeri Israel terhadap Suriah akan terus berkembang, tergantung pada situasi politik dan militer di kawasan. Dengan situasi yang terus memburuk, diperlukan upaya diplomasi yang lebih kuat untuk mencegah eskalasi konflik yang lebih besar.



