Perajin Opak dan Dapros di Desa Damping Tetap Bertahan
Di Desa Damping, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, para perajin opak dan dapros masih setia menjaga tradisi kuliner khas daerah. Makanan ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, tetapi juga menjadi sumber penghidupan yang stabil.
Opak merupakan jenis kerupuk yang dibuat dari bahan-bahan seperti ketan, kelapa, garam, dan gula. Sementara itu, dapros adalah makanan serupa kerupuk yang terbuat dari tepung beras dan aci. Bahan-bahan tersebut kemudian dibentuk menyerupai bunga atau daun, lalu dijemur hingga kering dan digoreng.
Salah satu pengrajin, Syarifudin (52), mengatakan bahwa hampir seluruh warga Desa Damping terlibat dalam produksi opak dan dapros. “Biasanya kami mulai membuatnya sekitar jam 4 pagi agar bisa dijemur saat matahari terbit,” ujarnya saat ditemui di lokasi.
Ia menjelaskan bahwa proses pembuatan dapros membutuhkan beras cerai, aci, dan bumbu samara. Sedangkan untuk opak, bahan utamanya adalah ketan, kelapa, garam, dan gula. Proses pembuatan ini dilakukan secara tradisional dan masih dipertahankan oleh generasi sebelumnya.
Menurut Udin, panggilan akrabnya, pemasaran opak dan dapros tidak menghadapi kendala berarti. “Setiap orang memiliki pelanggan sendiri-sendiri,” katanya. Bahkan, produk-produk ini telah menjangkau wilayah luar Provinsi Banten, termasuk Jakarta, Bandung, Jawa, dan Kalimantan.
Selain untuk dijual, opak dan dapros juga digunakan sebagai makanan harian oleh warga sekitar. Harga jualnya cukup terjangkau, yaitu sekitar Rp500 per buah untuk dapros dan rengginang, serta Rp1.500 per buah untuk opak.
Meski produksi berjalan lancar, Udin menyampaikan adanya kendala dalam hal permodalan. Banyak pengrajin yang meminjam dana dari bank keliling karena tidak memiliki akta nikah untuk mengajukan pinjaman ke bank resmi. “Harapan saya, pemerintah bisa memberikan bantuan,” ujarnya.
Ketua Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikimdo) Kecamatan Pamarayan, Ifa Suhartini, menyebutkan bahwa desa binaannya memiliki produktivitas UMKM yang tinggi. “Bukan hanya sekadar hobi, tetapi benar-benar memproduksi dan mendistribusikan hasil produksi mereka,” katanya.
Ifa juga berharap ada solusi untuk masalah permodalan yang dihadapi para pengrajin. “Minimal, permodalan bisa difasilitasi oleh bank konvensional atau pemerintah,” ujarnya. Ia berharap dengan bantuan tersebut, produktivitas para pengrajin akan semakin berkembang dan lebih baik lagi di masa depan.


