.CO.ID, JAKARTA – Kendaraan pribadi yang banyak digunakan merupakan alasan utama terjadinya kemacetan di wilayah Jabodetabek. Namun, masalah tersebut dapat diselesaikan jika pihak berwenang memaksimalkan sistem angkutan umum seperti Transjabodetabek.
Djoko Setijowarno, seorang analis transportasi, berpendapat bahwa ekspansi jaringan Trans Jabodetabek dapat mendukung peningkatan dalam mengurangi ketergantungan pada mobil pribadi oleh warga Jakarta.
“Perluasan jaringan transportasi Transjakarta yang meliputi wilayah Jabodetabek ini akan sangat mendukung peningkatan penggunaan moda transportasi publik dan berkurangnya kendaraan pribadi menuju Jakarta. Selain itu juga bertujuan mencapai proporsi sebesar 60 persen penduduk area tersebut yang lebih memilih menggunakan sistem transportasi massal,” ungkap Djoko dalam rilis tertulis di Jakarta, Rabu kemarin.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pembangunan Komunitas Masyarakat dari MTI pusat menekankan bahwa implementasi jalur berbiaya diperlukan guna membatasi pergerakan kendaraan pribadi di Jakarta.
“Penggunaan sistem jalan berbayar atau ERP (electronic road pricing) harus diperhitungkan sebagai solusi dalam mengatur lalu lintas kendaraan pribadi di Jakarta,” ujarnya.
Jokowi menyatakan bahwa salah satu cara untuk mendorong orang agar beralih dari menggunakan mobil pribadi ke transportasi publik adalah dengan memperluas atau meningkatkan layanan angkutan umum menuju area permukiman.
Lebih jauh lagi, beban masyarakat, terutama kalangan pemuda, saat ini sangat berat untuk mendapatkan tempat tinggal. Di samping harga rumah yang semakin melambung, mereka juga dihadapkan pada kebutuhan memiliki kendaraan bermotor.
“Sebab itu, area pemukiman yang ditinggali tidak menyediakan sarana transportasi publik menuju lokasi pekerjaan. Hunian tersebut akan kehilangan nilai tinggal apabila tanpa dukungan jalan masuk transportasi,” ujarnya.
Itu karena UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman tak mengharuskan adanya fasilitas transportasi publik sebagai bagian dari infrastruktur umum.
Sebenarnya, pada masa sebelum tahun 1990-an, pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan pengembangan permukiman yang dilengkapi dengan fasilitas transportasi publik, misalnya kendaraan perkotaan, bis umum, ataupun bus Damri.
“Peraturan itu harus diperbarui dengan menambahkan tanggung jawab untuk membangun hunian dan pemukiman yang dilengkapi dengan fasilitas transportasi publik,” katanya.
Djoko mengamati bahwa kebergantungan masyarakat pada jasa ojek timbul karena kondisi tata ruang yang berantakan. Sebagai contoh, dalam wilayah Jabodetabek, yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, struktur transportasinya hanya menyisakan 2% untuk moda transportasi umum, sementara itu jumlah kendaraan pribadi seperti mobil menduduki presentase 23%, dan sisanya atau 75% adalah pengguna sepeda motor.
“Tidak terjadi penyesuaian antara pembangunan area permukiman dengan fasilitas transportasi,” katanya.
Pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelumnya berencana untuk meluncurkan empat jalur baru angkutan umum Transjabodetabek yang menghubungkan Alam Sutera sampai Vida Bekasi. Saat ini, keempat rute tersebut sedang menjalani tahap uji coba serta koordinasi bersama Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Pertama, bagi area Bekasi, terdapat pelayanan antara Vida Bekasi menuju Cawang, Jakarta. Kedua, pada daerah Bogor, tersedia pelayaran dari Kota Wisata, Cibubur, hingga Cawang, Jakarta. Kemudian, untuk rute ketiga dan keempat yang menargetkan wilayah Tangerang, akan ada jasa transportasi dari Alam Sutera ke Blok M, Jakarta serta dari Binong ke Grogol, Jakarta.


