Pertama di Dunia, Jemaah Salat Id di Lawang Sewu Semarang Sejarah Terulang

Pertama di Dunia, Jemaah Salat Id di Lawang Sewu Semarang Sejarah Terulang

Ribuan umat Muslim menjalankan salat Idul Fitri tahun Hijriyah ke-1446 di area kompleks tempat pariwisata Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah pada hari Senin (31/3). Mereka bukan hanya meramaikan area lapangan plazanya saja, tetapi juga menyemarakkannya di bagian-area lain dari obyek wisata terkenal itu yang letaknya ada di tengah kota Semarang tersebut.

Pada waktu sekitar 06.15 Waktu Indonesia Bagian Timur (WIB), salat Id dilaksanakan dengan nuansa yang sangat khusyuk. Ustadz Makhasim bertindak sebagai imam serta pembaca khutbah.

Shalat Id di Kompleks Lawang Sewu adalah yang pertama kalinya dilaksanakan sejak berdirinya tempat wisata warisan Belanda tersebut.

Pada sesinya, Ustaz Makhasim menyampaikan bahwa sholat Ied pertama kali dilaksanakan di lokasi itu diharapkan dapat membawa berkat untuk tempat pariwisata Lawang Sewu serta warga kota Semarang.

“Harapannya kita dapat terus konsisten dalam menjalankan ibadah serta tetap taat,” demikian katanya menurut kutipan Makhasim.
Antara
.

Kira-kira 30 menit shalat Ied dilaksanakan dengan hening dan khusyuk. Setelah selesai ibadah, para jamaah tidak serta-merta menuju rumah mereka sendiri untuk merayakannya. Mereka memiliki tradisi lain yang akan dijalani setelah acara tersebut.

Peserta sholat Id meluangkan waktu untuk berfoto di tempat wisata terkenal karena kisah seramnya yang disebabkan oleh umur gedung yang telah mencapai lebih dari satu abad itu.

Kelompok yang hadir bersama famili mereka meluangkan waktu untuk mengambil gambar dengan gedung bersejarah sebagai backgroundnya.

Kisah Shalat Id di Lawang Sewu

Seorang jamaah dari Gresik, Jawa Timur bernama Mutia Dinda mengatakan bahwa melaksanakan sholat Id di Lawang Sewu sangatlah menarik.

“Shalat sambil menyaksikan secara langsung ikon kota Semarang,” ujarnya.

Dinda, yang tiba bersama beberapa anggota famili, umumnya melakukan sholat Id di Lapangan Simpang Lima Semarang. Tetapi pada kesempatan kali ini dia dengan sengaja ikut serta dalam sholat Id di Lawang Sewu, berdasarkan info dari platform-media sosial.

Kelompok jamaah lainnya yang melakukan shalat di Lawang Sewu, yaitu Irsyad Hidayatullah, menyatakan antusias dalam menjalankan ibadah di area gedung bersejarah tersebut.

“Situasinya berbeda. Sejuk dan damai, terasa seperti dikecohkan kembali ke waktu lampau,” ungkap seorang penduduk Semarang yang menetap di Jakarta.

Dia tidak menyadari unsur-unsur horor ketika sedang sholat ataupun saat mengelilingi tempat wisata tersebut.

Menunaikan sholat Id di Lawang Sewu menghadirkan pengalaman unik baginya serta keluarganya yang umumnya menjalankan ibadah tersebut di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang.

Pada hari ini, ia tiba bersama dengan orang tuanya serta saudara kandung perempuannya. Dia memerhatikan tempat sholat yang ada di area tersebut cukup terawat, hingga membuatnya tertarik untuk mengunjungi lokasi itu.

Sedia Rela Menempuh Jarak 11 Kilometer untuk Makan Salad di Lawang Sewu

Cerita lain datang dari Azahra Ramadhan, seorang mahasiswa di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, yang tak berkesempatan untuk pulang kampung ke Makassar.

Zahra beserta kawannya dengan sengaja meninggalkan kos mereka yang terletak di Tembalang, Semarang, guna menunaikan salat Id di Lawang Sewu.

Sembarangan penuh semangat, mahasiswi tingkat 4 itu berangkat pada pukul 04:00 WIB, namun saat tiba di tempat tujuan, dia menemukan bahwa gerbangnya masih dikunci rapat.

Zahra perlu menempuh kurang lebih 11 kilometer dari kosnya di Tembalang untuk sampai ke Lawang Sewu yang terletak di Jalan Pemuda, Kota Semarang tersebut.

Setelah melaksanakan shalat, Zahra dan kawannya sempat mengabadikan momen dengan berfoto di sejumlah lokasi bangunan bersejarah tersebut.

Tidak Terdapat Elemen Seram di Lawang Sewu

Manajer Gedung Bersejarah dan Museum PT KAI Pariwisata, Otnial, Eko Pamiarso, menyebutkan bahwa minat umat Muslim untuk menjalankan salat Id di Lawang Sewu sangat besar, terlebih karena ini merupakan acara perdana mereka di sana.

Untuk para manajer, melaksanakan shalat Id di Lawang Sewu menolak anggapan seram tentang bangunan bersejarah tersebut yang berasal dari zaman kolonial Belanda.

Pelaksanaan salat sunnah di tempat tersebut berhasil melenyapkan atmosfer menakutkan dan membuktikan bahwa Lawang Sewu cocok untuk dikunjungi oleh semua anggota keluarga.

Penyelenggaraan Sholat Id di tempat wisata yang menjadi simbol utama kota Semarang dapat memberikan kesempatan kepada penduduk ibu kota Jawa Tengah, serta orang-orang dari daerah lain, untuk menghadiri acara tersebut secara langsung.

Pada hari-hari normal, Lawang Sewu malah menjelma sebagai destinasi turis favorit untuk para pengunjung dari luar kota di Semarang.

Memanfaatkan momen Idul Fitri, publik dapat mengunjungi area Lawang Sewu tanpa biaya tiket dan sekaligus melaksanakan ibadah di dalamnya.

Lawang Sewu Terus Beroperasi Normal Pasca Shalat Ied

Kawasan pariwisata Lawang Sewu akan segera dibuka lagi secara normal bagi para pengunjung.

Otnial menyebut bahwa tarif masuk ke Lawang Sewa masih sebesar Rp 20 ribu per kepala, tidak ada kenaikan meski sedang musim libur.

Mendapati semangat luar biasa dari jamaah selama pelaksanaan Salat Id, pihak manajemen berniat untuk meninjau kembali prosesnya sehingga edisi mendatang bisa terlaksana dengan lebih tenang dan penuh khusyuk bagi para pemeluk Islam yang mengikutinya.

Sejarah Singkat Tentang Bangunan Lawang Sewu

Lawang Sewu adalah sebuah bangunan bekas zaman kolonial Belanda yang diproses pembuatannya sekitar awal abad ke-20 atau tepatnya antara tahun 1900 sampai akhir era tersebut. Struktur ini menampilkan ciri-ciri arsitektur dengan gerbang serta jendela-jendela lebar dan cukup banyak ditempatkan di lokasi strategis yaitu tengah ibu kota provinsi Jawa Tengah, lebih spesifik lagi area Tugu Muda Semarang.

Lawang Sewu dulunya adalah kantor administrasi kereta api milik Belanda yang disebut seperti itu.
Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij
(NIS).

Pada zaman pendudukan Jepang, Lawang Sewu pernah digunakan sebagai markas militer dan kantor transportasi Riyuku Sokyoku pada tahun 1942.

Gedung yang terletak di area seluas 18.232 meter persegi itu turut menyaksikan peristiwa peperangan lima hari di Semarang dari tanggal 15 sampai dengan 19 Oktober 1945.

Sisa-sisa peperangan selama Lima Hari di Semarang masih dapat diamati secara langsung oleh para wisatawan ketika mereka mengunjungi Lawang Sewu.

Di samping itu, ada juga museum imersif dan goa di bawah tanah yang telah resmi dibuka untuk publik.

Ruang bawah tanah tersebut dikenal sebagai salah satu fitur desain bangunan Lawang Sewu yang bertujuan meminimalkan suhu panas dengan cara alirannya air di bagian bawah.

Related posts