Sewa Lahan Sultan Ground Hanya Rp12.500 untuk Dua Tol

Sewa Lahan Sultan Ground Hanya Rp12.500 untuk Dua Tol

Pembangunan Jalan Tol di Yogyakarta Menggunakan Lahan Sultan Ground

Pembangunan dua ruas jalan tol penting di Yogyakarta, yaitu Jalan Tol Yogyakarta-Bawen dan Jalan Tol Solo-Yogyakarta-Kulonprogo, akan memanfaatkan lahan seluas 320.000 meter persegi yang dikenal sebagai Sultan Ground atau tanah milik Keraton Yogyakarta. Proyek ini menunjukkan peran penting dari tanah-tanah yang memiliki nilai sejarah dan keistimewaan khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Biaya sewa lahan untuk proyek jalan tol ini tergolong rendah. Harga sewa hanya sekitar Rp 12.500 per meter persegi dengan durasi kontrak selama 40 tahun. Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Roy Rizali Anwar, menjelaskan bahwa total biaya sewa lahan Sultan Ground untuk kedua ruas tol tersebut mencapai Rp 160 miliar dalam masa konsesi 40 tahun.

Read More

Apa Itu Sultan Ground?

Sultan Ground adalah istilah yang digunakan untuk mengacu pada Tanah Kasultanan atau tanah milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Nama ini berasal dari bahasa Belanda, Sultanaat Grond, yang merujuk pada tanah yang dikuasai oleh kerajaan. Di kalangan masyarakat setempat, tanah ini juga sering disebut sebagai Kagungan Dalem.

Tanah yang termasuk dalam Sultan Ground memiliki status khusus karena merupakan bagian dari keistimewaan yang dimiliki Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Hal ini memberikan kewenangan istimewa kepada pihak keraton dalam mengatur kepemilikan, penguasaan, dan pengelolaan tanah tersebut.

Peran Sultan Ground dalam Pembangunan Infrastruktur

Penggunaan lahan Sultan Ground untuk pembangunan jalan tol menunjukkan adanya kompromi antara pemerintah dan pihak keraton. Meskipun tanah ini memiliki nilai historis dan keistimewaan, penggunaannya dalam proyek infrastruktur seperti jalan tol menjadi salah satu cara untuk meningkatkan aksesibilitas dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

Selain itu, pengelolaan lahan ini juga menjadi contoh bagaimana pihak-pihak terkait dapat bekerja sama dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan sambil tetap menjaga hak-hak tradisional dan budaya.

Perspektif Masyarakat dan Kritik

Meski demikian, penggunaan lahan Sultan Ground untuk proyek jalan tol juga menimbulkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Beberapa pihak khawatir bahwa penggunaan lahan tersebut bisa mengganggu nilai-nilai budaya dan sejarah yang ada di sekitar wilayah tersebut.

Namun, pihak pemerintah dan pelaku proyek berargumen bahwa pembangunan jalan tol akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat luas, termasuk meningkatkan mobilitas dan mempercepat perkembangan ekonomi daerah.

Isu Lain yang Menarik Perhatian

Di luar isu pembangunan jalan tol, kasus apartemen Meikarta antara konsumen dan Lippo Group juga masih menjadi sorotan. Meski Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait telah turun tangan sebagai fasilitator, target penyelesaian seluruh kasus ganti rugi pada 23 Juli 2025 tampaknya tidak tercapai sesuai rencana.

Kunjungan Ara ke Meikarta pada Selasa (22/7/2025) menjadi tindak lanjut dari kesepakatan yang dibuat untuk mencari solusi. Namun, hingga saat ini, belum ada informasi pasti mengenai perkembangan terbaru dari kasus ini.

Kesimpulan

Proyek pembangunan jalan tol di Yogyakarta yang menggunakan lahan Sultan Ground menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pihak pemerintah dan pemilik lahan. Meski ada tantangan dan kritik, proyek ini juga membuka peluang untuk meningkatkan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Di sisi lain, kasus Meikarta tetap menjadi perhatian masyarakat, mengingat dampaknya terhadap para konsumen dan industri properti secara keseluruhan.

Related posts