Pungutan Ekspor Kakao Akan Diberlakukan Mulai Semester II Tahun 2025
Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) telah memastikan bahwa komoditas kakao akan dikenakan pungutan ekspor mulai semester kedua tahun 2025. Keputusan ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk mendukung berbagai program pengembangan sektor kakao nasional.
Direktur Utama BPDP, Eddy, menyampaikan informasi ini kepada awak media setelah menghadiri pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rabu (23/7). Ia menjelaskan bahwa pungutan ekspor ini bertujuan untuk menciptakan pendapatan tambahan yang akan digunakan dalam pembiayaan berbagai program pengembangan sektor kakao.
“Saat ini hanya ada bea keluar, tetapi sekarang akan ditambahkan pungutan ekspor. Tujuannya adalah untuk memperoleh pendapatan tambahan agar bisa mendukung program-program yang sudah direncanakan,” ujar Eddy.
Ia menegaskan bahwa beban ekspor bagi eksportir tidak akan meningkat. Hanya saja, pendapatan yang diperoleh akan dibagi antara bea keluar dan pungutan ekspor. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan ini tidak memberatkan eksportir maupun pemerintah.
“Beberapa pihak khawatir bahwa pungutan ekspor akan menambah beban, tapi itu tidak benar. Beban ekspor tetap sama, hanya pendapatannya yang terbagi antara bea keluar dan pungutan ekspor,” jelasnya.
Kebijakan ini telah disepakati dalam rapat Komite Pengarah (KOMRA) dan kini sedang dalam proses penyusunan regulasi. Menurut Eddy, tahapan tersebut meliputi uji publik dan harmonisasi aturan. Proses ini diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu dua bulan.
“Prosesnya harus melalui uji publik terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan harmonisasi regulasi. Kami berharap semua prosedur ini bisa selesai dalam waktu kurang dari dua bulan,” tambahnya.
Pengenaan pungutan ekspor ini juga sejalan dengan masuknya kakao sebagai salah satu komoditas yang berada dalam lingkup program BPDP. Dana yang diperoleh dari pungutan ini akan digunakan untuk mendanai berbagai program prioritas pengembangan sektor kakao.
Program-program tersebut mencakup replanting, pengembangan sarana dan prasarana, serta peningkatan kapasitas SDM. Eddy menekankan bahwa pendanaan dari pungutan ekspor sangat penting untuk mendorong perkembangan sektor kakao secara berkelanjutan.
“Tanpa pendapatan tambahan, sulit untuk menjalankan program-program tersebut. Oleh karena itu, pungutan ekspor menjadi sumber pendanaan yang sangat penting,” katanya.
Dengan adanya pungutan ekspor, diharapkan sektor kakao nasional dapat berkembang lebih pesat dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kebijakan ini juga menjadi langkah strategis dalam menjaga daya saing sektor perkebunan nasional di pasar global.



