Lima Agenda Prioritas yang Diusulkan IPA dalam RUU Migas
Indonesia Petroleum Association (IPA) telah mengajukan lima agenda prioritas yang ingin dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Tujuan dari usulan ini adalah untuk meningkatkan kepastian hukum, mempermudah proses bisnis, serta menjaga daya saing sektor migas di Indonesia.
Kepastian Regulasi Jangka Panjang
Salah satu agenda utama yang diajukan oleh IPA adalah kepastian regulasi jangka panjang. Hal ini sangat penting karena investor membutuhkan keyakinan bahwa aturan yang berlaku akan tetap stabil selama masa proyek berlangsung. Ronald Gunawan, Wakil Presiden IPA, menegaskan bahwa kepastian regulasi menjadi faktor penentu dalam menarik dan mempertahankan investasi di sektor migas.
Kemudahan Berusaha
Dalam aspek kemudahan berusaha, IPA mendorong penerapan sistem one stop service perizinan yang terintegrasi. Saat ini, proses bisnis di sektor migas dinilai terlalu rumit dengan ratusan izin yang harus diperoleh dan melibatkan banyak kementerian serta lembaga. Dengan sistem one stop service, diharapkan proses perizinan dapat lebih efisien dan cepat.
Roadmap Transisi Energi
IPA juga menekankan perlunya roadmap transisi energi yang seimbang antara pengurangan emisi karbon dan kebutuhan energi nasional. Roadmap tersebut harus mencakup insentif untuk proyek carbon capture serta mekanisme kredit karbon internasional yang saat ini menjadi perhatian investor global.
Daya Saing Fiskal
Dari sisi fiskal, IPA meminta pemerintah untuk memperhitungkan kembali struktur fiskal agar lebih menarik bagi investor. Proyek eksplorasi di kawasan Indonesia Timur, misalnya, memiliki risiko tinggi dan membutuhkan insentif yang kompetitif dibandingkan negara lain.
Akses Data dan Infrastruktur Eksplorasi
Terakhir, IPA menyoroti pentingnya peningkatan kualitas dan akses terhadap data eksplorasi, serta pembangunan infrastruktur penunjang di daerah terpencil dan perbatasan yang potensial namun selama ini minim fasilitas. Dengan akses data yang baik dan infrastruktur yang memadai, diharapkan dapat mendorong pengembangan sektor migas di wilayah-wilayah tersebut.
Isu Paling Mendesak: Kepastian Hukum dan Perlindungan Kontrak
Chairman Regulatory Affairs IPA, Ali Nasir, menyampaikan bahwa isu paling mendesak adalah kepastian hukum dan perlindungan terhadap kontrak yang telah disepakati. Karena investasi migas bisa berlangsung selama 30 hingga 50 tahun, tanpa kepastian hukum, investor cenderung ragu untuk masuk.
Ali menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin keberlanjutan kontrak bagi hasil (PSC) yang sudah diteken, serta tidak mengubah isi kontrak secara sepihak melalui peraturan turunan seperti peraturan pemerintah atau peraturan menteri.
Dekriminalisasi Sengketa Bisnis
Tak kalah penting, IPA menyoroti perlunya dekriminalisasi sengketa bisnis, khususnya ketika terjadi perbedaan penafsiran antara pemerintah dan kontraktor. Ali menegaskan bahwa jika ada perselisihan antara investor dan pemerintah atau SKK Migas, mekanisme penyelesaiannya sudah ada di dalam PSC, di dalam kontrak. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa tidak boleh dibawa kepada ranah kriminal.
Peran Badan Usaha Khusus Migas
Mengenai pembentukan Badan Usaha Khusus Migas (BUK Migas), IPA menyatakan bahwa mereka tidak mempermasalahkan siapa yang menjadi operator, apakah Pertamina, badan baru, atau bentuk lainnya. Namun, yang terpenting adalah fungsi dan kewenangan lembaga tersebut.
BUK Migas, menurut IPA, harus diberi mandat penuh untuk mengelola wilayah kerja migas, mengurus perizinan, serta menyusun dan mengelola proses lelang WK, termasuk menetapkan pemenang. “Jadi ini lebih kepada kewenangan lembaga ini yang kami highlight bukan siapa yang akan menjadi lembaga tersebut,” tegas Ali.