PIKIRAN RAKYAT –
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah merilis aturan tentang penutupan sementara armada transportasi publik seperti Angkutan Kota (Angkot) di wilayah Bogor saat masa libur Idulfitri tahun 2025. Ia juga berkomitmen memberikan ganti rugi senilai Rp1,5 juta kepada setiap supir yang terdampak, dengan koordinatorannya dilakukan melalui kelompok Kerja Sub Unit (KKSU) dari masing-masing daerah.
Setidaknya, 600 supir transportasi publik yang beroperasi pada rute Sukasari–Ciawi-Cisarua mengisi seluruh area halaman kantor Organda Kabupaten Bogor di Jl. Bogor-Jakarta, Desa Cimandala, Kecamatan Sukaraja.
“Untuk memberikan dukungan, semua sopir angkutan kota yang beroperasi di jalur Cisarua saat cuti dari tanggal 1 sampai 8 April akan mendapat kompensasi senilai Rp1.000.000,-. Selain itu, mereka juga memperoleh hadiah melalui kolaborasi antara Baznas dan Bank Jabar. Total terdapat 651 supir angkot dari tiga rute yang merasakan manfaat dari program ini,” jelas Ketua Organda Kabupaten Bogor Haryandi pada hari Sabtu, 29 Maret 2025.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Dedi Mulyadi ini dimaksudkan untuk menekan kemacetan pada jalan-jalur menuju Puncak setelah perayaan Idulfitri mendatang. Rinciannya adalah sebanyak 416 pengguna berhak menerima layanan bus dari jurusan 02 A Cisarua, sementara itu ada 142 penumpang lainnya akan menggunakan armada angkutan umum nomor 02 B Cibedug, serta 71 kursi disiapkan bagi mereka yang memilih trayek 02 C Pasir Muncang. Total jumlah peserta program ini mencapai 629 orang. Jika kita bandingkan dengan kuota awal yaitu sebesar 651 individu, maka dapat dipastikan bahwa terdapat 22 supir kendaraan yang belum berhasil terserap dalam sistem ini.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor Dadang Kosasih menyebutkan bahwa dari segi teknis, dana kompensasi itu terletak dalam wilayah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Di sisi lain, hukuman bagi kendaraan yang tetap melanjutkan operasinya tanpa persetujuan akan berupa mencabut lisensi rute mereka.
“Bila berkaitan dengan pemilik kendaraan atau penerima deposit, itu tidak termasuk wilayah tanggung jawabku. Saya hanya berfokus pada sopir yang mendapatkan kompensasi, terutama di rute Puncak. Karena tentu saja ada kelangkaan trayek, sehingga bisa digantikan oleh jenis transportasi lainnya,” ungkapnya.
Ketidakhadiran sarana transportasi publik tidak serta merta meniadakan kemacetan pada jalan raya menuju Puncar Bogor. Akan tetapi, hal ini diharapkan bisa membantu dalam pengurangan kemacetan dan juga penilaian kualitas layanan angkutan umum di daerah tersebut.
Debat Pro dan Kontra tentang Kebijakan Dinas Perhubungan Terkait Angkutan Umum di Kota Bogor
Pembatalan operasional angkutan umum pada masa liburan Idulfitri tahun 2025 di wilayah Bogor sepertinya tak seefisien yang dibayangkan. Pasalnya, beberapa penduduk setempat malah menyuarakan keluhan terhadap ketidaknyamanan dalam mendapatkan layanan transportasi akibar penghapusan armada angkot tersebut.
‘Demi Menyenangkan Turis, Orang Lokal Justru menjadi Korban’
Di platform-media sosial, beberapa pengguna melaporkan ketidaktersediaan angkutan kota di Bogor saat liburan Idulfitri tahun 2025. Ini menjadi masalah besar terutama untuk mereka yang tidak punya mobil sendiri dan merasa kesulitan dalam menjalankan rutinitas harian akibarnaya.
“Pengguna angkutan umum seperti saya yang tidak memiliki kendaraan pribadi terdampak oleh kebijakan KDM @dedimulyadi71 ini. Perjalanan pulang-pergi menuju Cisarua benar-benar menantang sabar kami. Saya mohon Bapak Gubernur Jabar dapat merevisi keputusan tersebut. Kami sebagai penduduk setempat menjadi korban meski kebijakan itu seolah ditujukan bagi turis-turis yang hendak ke Puncak,” ungkap akun @han**naysc***.
Postingan tersebut memicu beragam tanggapan dari netizen; beberapa orang setuju dan menyampaikan dukungannya. Sementara itu, tak sedikit pula yang tidak sepakat dan menganggap bahwa langkah Dedi Mulyadi telah sesuai dengan situasi.
“Mungkinkah kendala lalu lintas yang terjeda karena armada transportasi umum? Sampai-sampai dihentikan seperti itu,” kata akun @reyh**.kah**.
@han**naysc*** menjelaskan bahwa salah satu kendaraan angkutan kota (angkot) sedang berhenti sebentar di pinggir jalan, namun hal tersebut tidak mengakibatkan penundaan operasional angkot maupun adanya alternatif transportasi publik lainnya. Meskipun terdapat layanan ojek pangkalan atau Grab, kedua opsi tersebut sering kali memiliki tarif yang lebih tinggi dibanding biasa. Selain itu, untuk mendapatkan armada mobil dari aplikasi Grab di wilayah Puncak sangatlah sulit.
“Sama seperti yang pernah terpikirkan oleh saya, bagaimana jika seseorang tidak memiliki kendaraan pribadi, orang tuanya pun tak mempunyai telepon seluler, biaya untuk jasa ojek sangat tinggi, dan ingin menjalin hubungan dengan kerabat namun tiada transportasi umum. Semoga di masa mendatang tersedia layanan transportasi khusus saat hari raya idul adha secara cuma-cuma,” ungkap akun @de_alv**_.
“Kendaraan angkutan kota yang parkir berlebihan mungkin menjadi salah satu faktor utama terjadinya kemacetan. Jika layanan transportasi publik ditangguhkan, pemerintah daerah harus memberikan alternatif seperti menyediakan kendaraan resmi dari pemda untuk mengantar warga yang memerlukan sarana transportasi. Paling tidak ada bus yang dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai solusi tersebut. Sebaiknya disiapkan 2 sampai 4 armada untuk membantu masyarakat,” ungkap akun @uyun***.
“Saya sependapat dengan hal ini. Baru saja menonton video YouTube dan mencerminkannya, seharusnya tidak hanya orang kaya yang menggunakan kendaraan umum; mereka yang memiliki keluarga lebih banyak atau hanya mampu membayar untuk naik angkutan umum dapat memanfaatkannya untuk mudik ke rumah kerabat. Semoga kedepannya Jawa Barat akan menyusul Jakarta dalam hal integrasi transportasinya sehingga pada Lebaran dan hari-hari besar lainnya, armada masih beroperasi secara teratur. Terima kasih,” tulis akun @ichaaalu***.
“Hebat kalau angkutan umum dan kendaraan pribadi diatur dengan baik. Angkot tidak boleh berhenti sembarang atau mengambil/turunkan penumpang asal-asalan. Selain itu, buatlah layanan bus wisata menuju puncak gunung untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi,” kata akun @fra**ssen***.
Kebijakan yang bagus, tetapi perlu dievaluasi.
Namun, banyak juga netizen yang berpendapat bahwa keputusan Dedi Mulyadi telah sangat sesuai. Terlebih lagi, melihat wilayah Bogor seringkali dipadati oleh para pelancong di masa liburan, termasuk ketika lebaran tahun 2025 mendatang.
“Mohon maaf bapak, keputusannya telah tepat. Bayangkan jika kemacetan menjadi lengkap, dampaknya akan sangat merugikan bagi banyak pihak karena kemacetan tersebut,” kata akun @indr*.a**.
“Saya rasa Pak, hal ini bisa ditinjau ulang. Jika tidak ada angkutan umum dan penduduk yang tidak memiliki kendaraan sendiri menghadapi kesulitan untuk pergi ketika membutuhkan sesuatu di luar daerah, seperti misalnya di Puncak Grabb saja sudah sulit. Maka ojek dapat disediakan di luar Nurul dengan tarif lebih murah,” ujar @han**naysc*** sebagai tanggapannya.
“Yaa mohon maklum namanya juga dadakan jadi pasti ada trial n error. Insya Allah ke depannya ada perbaikan,” ucap akun @waci**.
“Saya selalu menekankan pentingnya penilaian ulang. Apabila kendaraan angkutan kota diistirahatkan, sebaiknya disediakan alternatif transportasi publik yang mudah dijangkau dengan biaya terjangkau pula,” ungkap @han**naysc***.
“Para pelancong yang membuat roda ekonomi bergerak, bayangkan jika pada satu titik puncak kunjungan menjadi sepi, tanpa adanya para wisatawan? Penduduk di sana akan menangis,” ujar akun @inces**ra0***.
“Kebijakan yang tepat memiliki dampak positif,…berterimakasihlah ketika terdapat manfaatnya, meski masih ada sisi negatifnya…,lebih baik daripada jika berdampak merugikan bagi semua orang,” kata akun @arislu**_.
“Gue tetep dukung KDM, angkot bikin macet, kebijakannya ga perlu diubah cuma perlu dtmbahin mungkin ada angkutan darurat dari pemerintah buat orang situ,” ujar akun @maj**ahce***.
Saran Pembuatan Angkutan Umum Terintegrasi
Selain itu, ada pula warganet yang menyarankan agar keberadaan angkot di Bogor dibuat dengan sistem seperti di daerah lain, yakni dibuat terintegrasi agar tidak ada lagi aksi ‘ngetem’ yang menyebabkan kemacetan.
“Orang yang hadir dalam keputusan tersebut tampaknya telah mengikuti aturan dengan benar dan tidak seperti para pedagang sihir di situ, sehingga mereka tidak merasakan maraton atau perjalanan jarak jauh secara berjalan kaki. Keputusan saat ini terkesan timpang, lebih mementingkan turis tanpa memperhatikan kebutuhan pedagang sihir. Mudah-mudahan tahun depan disediakan transportasi gratis bernama TransPuncak (dengan jam operasional tertentu),” demikian ungkap akun @bukapem*.
” bisa diterapkan seperti sistem TransJakarta atau JakLingko. Yaitu sistim penggajian. Tidak ada lagi sistem target penjualan,” jelas @wir*_l**.
Menurut akun @ayya**_ily***, sebaiknya armada angkutan kota tersebut yang perlu ditata dan dikelola dengan menggunakan konsep serupa JakLingKo, bukan justru dibatasi. Angkutan kota merupakan metode transportasi masal yang ekonomis, tentunya akan banyak digunakan terlebih oleh kalangan menengah bawah. “Angkot adalah opsi transit massal yang biayanya ringan, pastinya bakal ramai penumpang jika dikendalikan layaknya JakLingKo,” ungkap dia.
“Menurut saya lebih baik dibuat seperti DKI saja, angkotannya mirip Jak Lingko begitu agar tidak macet-macet terlalu lama dan menumpuk semuanya, sebenarnya kalau sudah ditangani oleh pemerintah seluruh moda transportasi umum akan menjadi bagus sepertinya,” jelas akun @ind**purwo**.
“Seharusnya itu diintegrasikan atau dibuat seperti model transportasi yang ada di Jakarta atau Solo. Saya cukup mendukung berbagai kebijakan dari KDM. Sampai sekarang, jika ingin melakukan penataan tentu akan selalu ada pro dan kontra. Sulit untuk menertibkan banyak orang dengan ragam harapan mereka, apalagi sistem sudah sangat kacau. Mudah-mudahan kedepannya dapat diterima oleh semua pihak. Tetap perlu dilakukan evaluasi secara berkala,” ungkap akun @syaki***syauk** *.
Cara Efektif Atasi Kemacetan?
Direktorat lalu lintas Polda Jawa Barat menilai pembatasan angkot di kawasan puncak bisa menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan keselamatan lalu lintas. Bahkan, kebijakan ini dapat diterapkan di daerah lain, terutama saat libur panjang dan hari besar.
Memberikan subsidi kepada para sopir angkot dinilai sebagai langkah strategis untuk mengantisipasi dampak negatif terhadap mereka ketika kebijakan penurunan jumlah kendaraan angkut umum mulai berlaku.
“Ketika mencapai puncak arus mudik, tidak terdapat lagi kendaraan-kendaraan konvensional yang berfungsi,” kata Dirlantas Polda Jabar, Kombes Pol. Dodi Darja.
“Sekali lagi, contoh ini harus dicontohkan di lokasi lain, oleh pemda lain, khusus untuk sistem transportasi perkotaan. Saat akhir pekan tiba dan area seperti Puncak menjadi ramai, kepadatan tersebut bisa dikurangi,” imbuhnya.
Saat itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai bahwa pergerakan pulang kampung pada Lebaran 2025 jauh lebih baik daripada masa mudik Lebaran 2024. Menurut laporan arus balik yang dia terima dari seluruh daerah Jawa Barat, beberapa area yang umumnya ramai ternyata tidak begitu padat pada tahun 2025 ini karena sudah ditangani sedari awal.
Sangat meningkat.” Dia menjelaskan saat berbicara di Bandung pada hari Senin, tanggal 31 Maret 2025, “Kemarin saya mengadakan diskusi dengan Wakil Kepala Polisi Daerah Jawa Barat dan dia menegaskan bahwa penyusunan kembali perjalanan pulang tahun ini menjadi lebih tertib dibandingkan sebelumnya karena beberapa rute telah dipersiapkan sedari awal.
Laki-laki yang dikenal dengan singkatan KDM tersebut menyatakan bahwa pada sejumlah jalur utama yang sering dilewati oleh para pemudik, seperti di wilayah Cirebon, Garut, Subang, dan lainnya, kondisinya kini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Keadaan lalu lintas sudah menjadi lebih lancar daripada waktu-waktu lampau.
Itu terjadi karena mereka sudah mempersiapkan diri untuk mencegah kemacetan sejak awal, misalnya dengan memberikan insentif kepada penjemput kendaraan tradisional seperti delman, becak, dan angkutan kota di beberapa wilayah. Ia juga berharap bahwa selama masa mudik Lebaran, jalur menuju Puncak serta Jalur Cipanas akan tetap lancar layaknya koridor utama lainnya.
“Setelah lebaran selesai, mari kita periksa nanti apakah janji mereka terpenuhi atau tidak (delman, becak, angkot) untuk rute Puncak dan rute Cipanas,” kata Dedi Mulyadi.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai rute perjalanan lebaran, terdapat pengurangan signifikan jumlah kendaraan pada hari pertama sebelum Hari Raya Idul Fitri tahun 2025, yaitu Minggu, 30 Maret 2025. Di daerah pesisir utara Pulau Jawa, tepatnya di wilayah kabupaten Indramayu, Jawa Barat, hanya ada sekitar 37.915 unit kendaraan yang melewati area tersebut pada hari itu juga pagi-pagi sekali. Meskipun demikian, keadaan lalulintas tetap padat namun masih bisa dibilang lancar, ini mencerminkan aliran besar mobil dari Jakarta menuju Cirebon.
Selanjutnya, aliran kendaraan di jalur Tol Jakarta-Cikampek sampai masuk ke area Tol Cipali pada Minggu atau H-1 Lebaran tahun 2025 berjalan mulus dengan jumlah yang lebih sedikit daripada hari-hari sebelumnya. Dalam hal ini, tercatat ada penurunan menjadi 32 ribu unit kendaraan yang melewati tol Cipali (arah dari Jakarta menuju Cirebon) dalam satu periode waktu tersebut.
Aliran arus balik di jalur Nagreg yang menghubungiantara Bandung dengan Garut dan Tasikmalaya, Jawa Barat, pada hari Senin menjelang Idulfitri tahun 2025 menunjukkan kemajuan signifikan menjadi lebih lancar dibandingkan beberapa hari sebelumnya. Pada jam 18:00 waktu setempat, tercatat ada 80.389 kendaraan yang melewati Nagreg menuju Garut dan Tasikmalaya dari Bandung. Angka ini turun secara drastis jika kita bandingkan dengan kondisi tiga hingga dua hari sebelum lebaran tahun tersebut.
Pada hari sebelum Lebaran atau ketika malam takbiran, aliran traffick kendaraan di rute mudik H-1 masih berjalan dengan lancar tanpa adanya kemacetan signifikan baik di jalan nasional yang melewati Limbangan maupun rute provinsi menuju Kota Kabupaten Garut dari Kadungoran, Jawa Barat pada Minggu malam itu.





